SELAMAT DATANG DIMEDIA KAMI...

Jumat, 29 Juni 2012

soal kasus audit

KASUS 1 (20%) PT SEHAT adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa. Dalam melakukan audit atas laporan keuangannya, PT SEHAT menyewa jasa Auditor dan juga jasa Spesialis. Auditor sebelum melakukan audit, pasti melakukan perencanaan audit dan melakukan pemahaman atas bisnis dan industri kliennya. Dalam melakukan auditnya, ternyata kinerja auditor telah menemukan slah saji material yaitu adanya ketidakwajaran laporan keuangan klien atas jumlah pertanggungan asuransi gedung dan peralatan pabrik kepada perusahaan asuransi PT XY, Sehingga Auditor perlu melakukan konfirmasi pada perusahaan asuransi tersebut. Diminta: a. Apa opini audit yang harus dikeluarkan oleh Auditor atas adanya ketidakwajaran laporan keuangan kliennya? Buatlah isi paragraf lingkup dan paragraf pendapat/ opini? b. Auditor dalam memperoleh konfirmasi atas jumlah pertanggungan asuransi, maka asuransi tersebut dapat diperoleh dari mana? KASUS 2 (30%) Mr Samuel adalah seorang Auditor professional. Dia bekerja sebagai auditor cukup lama sehingga dia mendapat kedudukan sebagai Supervisor Audit. Dalam melaksanakan tugasnya, Mr Samuel dibantu staf junior auditnya untuk melakukan jasa review. Mr Samuel dalam melakukan audit selalu bersikap obyektif dan independen, sehingga Beliau sangat disegani oleh klien-kliennya. Suatu ketika, Mr Samuel memergoki staf Juniornya sedang telpon seseorang, dari pembicaraan telpon tersebut, ditangkap suatu kecurigaan bahwa staf juniornya telah telah mengungkapkan informasi penting tentang kliennya kepada pihak lain (reval bisnis kliennya). Diminta: a. Apa perbedaan antara sikap obyektif dan sikap independen? b. Menurut prinsip kerahasiaan dari Etika Profesional Auditor, apakah sikap staf junior audit tersebut benar atau salah? Mengapa dan sebutkan alasan Saudara! c. Sebutkan 3 contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan oleh Auditor!

Sabtu, 07 April 2012

ASSALAMULAIKUM TUGAS PEMERIKSAAN AKUNTANSI II "PEMERIKSAAN KAS DAN SETARA KAS" Anda selaku Auditor sedang melakukan pengujian transaksi atau pengujian langsung atas saldo-saldo kas sbb: 1. Pemegang buku lalai mencatat cek-cek dalam jurnal pengeluaran kas yang ditulis dan dikirim selama bulan pertama tahun yang bersangkutan 2. Pemegang buku lalai mencatat atau menyetor suatu penerimaan kas yang material selama bulan terakhir tahun bersangkutan. kas dicatat terlebih dahulu oleh sekretaris direktur utama. 3. Jurnal pengeluaran kas dibiarkan terbuka selama dua hari setelah akhir tahun yang bersangkutan 4. Selembar cek dibayarkan kepada rekanan atas suatu pengangkutan bahan baku yang tidak pernah diterima oleh klien 5. Diskon atas suatu pembelian yang tidak diambil walaupun cek dikirim sebelum periode diskon kadaluarsa. 6. Penerimaan kas utk dua hari terakhir tahun tsb dicatat dalam jurnal penerimaan kas utk periode berikutnya dan dicatat sbg setoran dalam perjalanan rekonsiliasi bank 7. Cek yg ditulis utk seseorang rekanan selam bulan terakhir tahun tsb dicatat dalam jurnal pengeluran kas dua kali utk menutup kecurangan yang ada. Cek tsb dikliringkan oleh bank dan tidak tampak dalam rekonsiliasi bank. Diminta: Sebutkan prosedur audit substantif utk mengungkapkan kekeliruan tsb! DIKUMPULKAN TGL 14 APRIL 2012 DIKETUA KELAS DAN TANDA TANGAN ABSEN SELAMAT MENGERJAKAN TIADA KESUKSESAN TANPA DOA DAN USAHA TERIMAKASIH

ASSALAMUALAIKUM TUGAS MATA KULIAH PENGANTAR AKUNTANSI II AKUNTANSI PERUSAHAAN PERSEKUTUAN UNTUK SABTU TANGGAL 14 APRIL 2012 UNTUK KELAS AKUNTANSI/ MANAJEMEN PAGI SMSTER 2 UNTUK KELAS AKUNTANSI/ MANAJEMEN SORE SMSTER 2 SOAL 1 Firma Komiku yang beranggotakan Komeng, Miko dan Kunthet dengan komposisi modal masingmasing sebesar Rp 100.000.000,, Rp 150.000.000,dan Rp 150.000.000,. Selama tahun 2005 perusahaan memperoleh laba bersih Rp 132.000.000,. Dari data tersebut ditanyakan : a. Hitung Pembagian laba masingmasing jika : · Pembagian laba berdasarkan perbandingan modal · Pembagian laba dengan ketentuan : lebih dahulu masingmasing mendapat 15% dari modalnya setelah itu dibagi sama rata. b. Buat jurnal yang dibutuhkan SOAL 2 Fa Andika yang beranggotakan Tuan Andi dan Tuan Katon, telah sepakat untuk menjalankan usahanya. Selama tahun 2006, Fa. Andika memperoleh laba bersih sebesar Rp 38.000.000,. Berikut ini posisi modal dalam periode 2006 : Tanggal Keterangan Modal andi Modal katon 1 agus 06 saldo Rp 35.000.000 Rp 60.000.000 1 agus 06 Tambahan setoran Rp 10.000.000 - 1 okt 06 Penarikan - Rp (5.000.000) 31 des 06 saldo Rp 45.000.000 Rp 55.000.000 Dari data tersebut diminta perhitungan pembagian laba usaha dan jurnal yang diperlukan apabila : a. Laba dibagi atas dasar perbandingan yang sama b. Laba dibagi atas dasar perbandingan modal awal periode. c. Laba dibagi atas dasar perbandingan modal akhir periode. d. Laba dibagi atas dasar perbandingan modal ratarata. e. Laba dibagi dengan lebih dahulu memperhitungkan bunga atas modal sebesar 20%, sisanya dibagi sama rata. f. Laba dibagi dengan lebih dahulu memperhitungkan bunga atas modal dan gaji anggota sekutu. Adapun gaji sekutu sebagai berikut : Gaji Andi Rp 850.000,/bulan Gaji Katon 700.000,/bulan Sisa laba atau rugi dibagi menurut perbandingan modal pada akhir periode. SELAMAT MENGERJAKAN TIADA KEBERHASILAN TANPA USAHA DAN DOA. KUMPULKAN DIKETUA KELAS DAN TANDATANGAN DI ABSEN NOTE: MINGGU DEPAN TANGGAL 21 APRIL TETAP KULIAH SEPERTI BIASA DENGAN JAM KULIAH YANG SAMA DAN MERESUM BAB SELANJUTNYA (BAB 13) TERIMAKASIH. WASALAM

Jumat, 09 Maret 2012

skripsi Delisting PT AQUA by Novi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, khususnya di era globalisasi dan teknologi informasi, pola manajemen perusahaan di Indonesia harus menyesuaikan sistem dan lebih terbuka terhadap perubahan. Kebanyakan perusahaan di Indonesia, baik perusahaan besar, menengah dan kecil, didirikan dan dikembangkan oleh keluarga atau pribadi. Mengingat tajamnya kompetisi dan luasnya skala persaingan dewasa ini, maka perusahaan harus dikelola secara modern, terbuka tanpa harus kehilangan sifat dan citra kekeluargaannya. Salah satu caranya adalah dengan go publik. Pada dasarnya go publik merupakan suatu proses untuk meningkatkan partisipasi masyarakat melalui permanent capital formation, yang menuntut adanya transparansi dan disclosure yang wajib dilakukan oleh perusahaan. Adapun tujuan dari go publik yaitu memperoleh modal dari masyarakat dengan cara menjual sedikit mungkin surat berharga dengan harga yang mahal sebab dengan membagi kepemilikan dengan masyarakat yang tidak terlalu besar, modal yang besar tetap bisa diperoleh. Selain itu, tujuan terpenting dari go publik lainnya adalah memperbaiki struktur modal menjadi lebih sehat (Widoatmodjo, 2004: 32). Dalam situasi persaingan yang tidak lagi berskala nasional, tetapi sudah memasuki tataran global, maka perusahaan yang masih dikelola privat (keluarga) tidak dapat diandalkan untuk bersaing. Modal dan jaringan pemasaran yang dimiliki oleh perusahaan privat sangat terbatas. Di samping itu, kemajuan teknologi informasi telah memaksa masyarakat bbersifat kritis dan dapat menilai bahwa perusahaan yang go publik adalah perusahaan yang lebih memperhatikan masyarakat. Menurut Widoatmodjo (2004: 5), ada beberapa keunggulan dari perusahaan yang melakukan go publik, antara lain: (1) Kekurangan dana dari dalam perusahaan dapat diperoleh dari masyarakat atau investor asing. Sumber dana dari masyarakat memang diharapkan dapat tertanam dalam perusahaan-perusahaan dalam negeri. Hal ini untuk mencegah larinya dana ke luar negeri. Sedangkan sumber dana dari investor asing ditujukan untuk menarik dana dari luar, sesuai dengan kebijakan Penanaman Modal Asing (PMA). (2) Keuntungan promosi. Bila perusahaan go publik, maka pemilik perusahaan atau pemegang saham (masyarakat) akan berharap perusahaan itu akan mendapat keuntungan yang besar sehingga mereka dapat menikmati keuntungan pembagian deviden. Keuntungan ini akan dicapai jika omset perusahaan meningkat. Peningkatan omset itu diperoleh dari lakunya penjualan produk dari perusahaan tersebut, karena mengharapkan keuntungan itu, masing-masing pemegang saham berusaha untuk mempromosikan hasil produksinya kepada pihak lain atau konsumen. (3) Perseroan dapat terus beroperasi meskipun pemilik awal dan manajer telah meninggal dunia, kepentingan kepemilikan (hak) dapat dibagi menjadi lembar saham, yang pada gilirannya dapat dipindahkan secara lebih jauh lebih mudah dibandingkan dalam perusahaan perseorangan atau persekutuan, serta kewajiban pemilik terbatas pada dana aktual yang diinvestasikan (Brigham, 2001:12). Dengan melihat keunggulan itulah, maka layaknya suatu perusahaan memilih untuk go publik dengan alasan agar perusahaannya mampu bersaing dan terus berkembang (going concern). Begitu juga halnya dengan PT Aqua Golden Mississippi Tbk, sebagai perusahaan pelopor air minum mineral pertama kali di Indonesia yang juga go publik pada tanggal 1 Maret 1980. PT Aqua ini berdiri pada tanggal 23 Pebruari 1973. Kegiatan fisik perusahaan dimulai pada bulan Agustus 1973, ditandai dengan pembangunan pabrik di kawasan Pondok Ungu, Bekasi, Jawa Barat. Percobaan produksi dilaksanakan pada bulan Agustus 1974 dan produk komersil dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1974 dengan kapasitas produksi 6 juta liter setahun. Produk pertamanya adalah AQUA botol kaca 950 ml yang kemudian disusul dengan kemasan AQUA 5 galon, pada waktu itu juga masih terbuat dari kaca. Tahun 1974 sampai dengan tahun 1978 merupakan masa-masa sulit karena masih rendahnya tingkat permintaan masyarakat terhadap produk AQUA. Dengan berbagai upaya dan kerja keras, AQUA mulai dikenal masyarakat, sehingga penjualan dapat ditingkatkan dan akhirnya titik impas berhasil dicapai pada tahun 1978. Semula produk AQUA ditujukan untuk masyarakat golongan menengah atas, baik perkantoran maupun rumah tangga dan restoran. Namun, saat berbagai jenis kemasan baru : 1500ml, 500ml, 220ml, dari kemasan plastik mulai diproduksi. Sejak tahun 1981, maka produk AQUA dapat terjangkau oleh masyarakat luas, karena mudahnya transportasi dan harga terjangkau. Diterimanya produk AQUA oleh masyarakat luas dan wilayah penjualan yang telah menjangkau seluruh pelosok Indonesia, maka PT Aqua harus segera meningkatkan kapasitas produksinya. Untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat itu, lisensi untuk memproduksi AQUA diberikan kepada PT Tirta Jayamas Unggul di Pandaan, Jawa Timur pada tahun 1984 dan Tirta Dewata Semesta di Mambal, Bali pada tahun 1987. Hal yang sama juga diterapkan di berbagai daerah di Indonesia. Pemberian lisensi ini disertai dengan kewajiban penerapan standar produksi dan pengendalian mutu yang prima. Upaya ekspor dirintis sejak tahun 1987 dan terus berjalan baik hingga kini mencakup Singapura, Malaysia, Maldives, Fiji, Australia, Timur Tengah dan Afrika. Total kapasitas produksi dari seluruh pabrik AQUA pada saat ini adalah 1.665 milyar liter per tahun (Prospectus Aqua, 2003). Tahun 1997, akibat terjadinya krisis moneter, PT Aqua mencatat pertumbuhan dibawah 30%. Hal itu disebabkan perusahaan hanya menghasilkan laba bersih sebesar Rp 7.8 miliar atau turun sebesar 25% dibandingkan dengan tahun 1996. Selain itu, pendapatan perusahaan juga turun sebesar 23% dari Rp 220.8 miliar menjadi Rp 179.4 miliar di tahun 1996 (Financial Highlight Aqua, 1997). Oleh karena itulah, PT Aqua memutuskan untuk menjual sebagian sahamnya kepada investor asing dalam hal ini adalah French Danone, dengan jalan melakukan akuisisi saham. Menurut Floyd A.Beams (2000:2), akuisisi saham terjadi ketika sebuah perusahaan mengakuisisi saham berhak suara dari perusahaan lain dan kedua perusahaan tersebut tetap beroperasi sebagai entitas hukum yang terpisah, akibatnya muncul perusahaan induk dan perusahaan anak. Akuisisi saham Danone di PT Aqua di tahun 1998 hanya sebesar 40% dan saat itulah merupakan titik awal perkembangan pesat PT Aqua, di mana PT Aqua mampu menghasilkan laba bersih sebesar Rp 19 miliar atau bertambah 143% dari tahun sebelumnya . Pada tahun 1999 ditargetkan sebesar 1.1 miliar liter, naik 19% dari tahun terakhir. Manajemen juga mengumumkan bahwa mayoritas pemegang saham yaitu PT Tirta Investama telah menandatangani kontrak dengan French Danone untuk memproduksi air mineral Aqua-Danone. Sementara itu, volume penjualan pada tahun terakhir adalah berjumlah 1.226 liter, naik 19,6% sepanjang tahun 1999. Hasil survei dari Zenith International dari Inggris sebuah badan riset internasional yang telah melakukan survei selama hampir sembilan bulan untuk IBWA, mengesahkan bahwa merek AMDK AQUA dari Indonesia adalah merek AMDK terbesar di wilayah Asia – Timur Tengah – Pasifik dengan total penjualan sebesar 1.040 juta liter di tahun 1998 dan sekitar 1.190 juta liter di tahun 1999 dan dengan demikian diakui sebgai AMDK nomor dua di dunia setelah merek EVIAN. Sebuah prestasi besar bagi sebuah perusahaan negara berkembang yang baru berkiprah selama 25 tahun di industri ini dan yang mengalami badai politik dan ekonomi yang berat. Oleh karena itu, Perseroan memperluas pangsa produksinya dengan membangun pabrik di luar negeri. Di luar negeri, tepatnya Filipina, dijalin pula kerja sama untuk memproduksi AQUA, yang telah berproduksi sejak awal 1998. Sedangkan di Brunei Darussalam, pada tahun 1991 dilakukan kerja sama dengan membentuk IBIC Sdn. Bhd untuk memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merek SEHAT. Nama dipilih karena tidak adanya sumber mata air pegunungan yang memenuhi standar produksi AQUA, sehingga bahan bakunya diambil dari sumur bor. Karena itu nama AQUA tidak digunakan (Financial Highlight Aqua, 1999). Profit bersih untuk kuartal pertama tahun 2000 turun sebesar 92,5% sepanjang periode yang sama pada akhir tahun itu hingga Rp 6.06 miliar. Profit bersih Rp 25 miliar dan penjualan sekitar Rp 450 miliar diestimasi pada akhir tahun ini. Perusahaan itu berencana untuk meningkatkan kapasitas terhadap air minum botol sampai 3 miliar liters per tahun. Untuk mencapai target ini, pabrik-pabrik pembotolan baru dibangun di Jawa, Bali, dan Sumatera Barat dan memiliki total kapasitas produksi sebesar 2.2 miliar liter per tahun (Financial Highlight Aqua, 2000). Di tahun 2001, akuisisi saham Danone di PT Aqua sudah mencapai 74% dan itu berarti bahwa Danone sebagai mayoritas pemegang saham. Di tahun 2001 tersebut, laba bersih perseroan mencapai Rp 146.75 milyar, meningkat dibandingkan tahun 2000. dengan adanya peningkatan laba bersih perusahaan, secara otomatis saldo laba juga meningkat dan hal itu mengidentifikasikan bahwa kinerja PT Aqua semakin baik (Financial Highlight Aqua, 2001). Di tahun 2001, PT Aqua mengusulkan voluntary delisting (mencabut sahamnya secara sukarela dari BEJ) dan kemudian berubah menjadi perusahaan tertutup melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), namun upaya tersebut gagal karena tidak mencapai kuorum (kurang dari 75% pemegang saham yang hadir dalam rapat). Akhir November 2005, PT Aqua mengadakan RUPSLB untuk yang kedua kalinya untuk melakukan voluntary delisting lagi. Namun, upaya untuk voluntary delisting sampai saat ini masih tertunda. Melihat latar belakang PT Aqua sebagai perusahaan go publik dengan kinerja keuangan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, dan secara tiba-tiba ingin melakukan voluntary delisting dan menjadi perusahaan privat inilah, yang memotivasi penulis untuk meneliti faktor-faktor apakah yang mendorong PT Aqua merencanakan voluntary delisting dan menjadi perusahaan privat. Sehingga penulis memberikan judul penelitian: ”Faktor-Faktor Deskriptif Pendorong Voluntary Delisting PT AQUA GOLDEN MISSISSIPPI, Tbk”. 1.2. Perumusan Masalah Melihat latar belakang diatas, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: ”Faktor-faktor apa saja yang mendorong PT Aqua Golden Mississippi,Tbk melakukan voluntary delisting?”. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui faktor-faktor pendorong PT Aqua Golden Mississippi,Tbk; melakukan voluntary delisting. 1.4. Batasan Masalah Agar penelitian lebih fokus, maka Peneliti membatasi masalah penelitian yang bertujuan agar penelitian yang dilaksanakan tidak menyimpang dari permasalahan dan lebih terarah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Penulis hanya menilai kinerja keuangan PT Aqua berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004, dengan menggunakan metode analisis rasio. 2. Penulis hanya menganalisis faktor-faktor pendorong PT Aqua melakukan Voluntary Delisting 1.5. Manfaat Penelitian • Bagi Perusahaan Menambah informasi dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan skala perusahaan khususnya bagi pihak manajemen PT Aqua dalam upayanya mencapai keberhasilan voluntary delisting. • Bagi Peneliti Memperluas wawasan dan pengetahuan peneliti berkaitan dengan topik yang diambil. • Bagi Pihak Lain Dapat menjadi bahan referensi dan perbandingan bagi peneliti lain yang berkeinginan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menganalisis Kinerja Perusahaan 2.1.1. Analis Keuangan Analis keuangan adalah para pemakai informasi keuangan yang ingin menggunakan informasi tersebut untuk mengambil keputusan ekonomi dan yang tidak memiliki akses ke sistem informasi internal keuangan. Berikut ini adalah kelompok-kelompok analis informasi keuangan: 1. Investor a. Pemegang saham dan penasihat investasi mereka b. Pemegang surat hutang c. Investor lain, termasuk bank 2. Rekan bisnis a. Pemasok dan kreditor b. Konsumen c. Pegawai dan organisasi buruh 3. Analis lainnya a. Pemerintah, untuk penghitungan pemasukan (dari pajak) b. Pemerintah, untuk pengawasan dan pemantauan kebijakan c. Pemerintah lokal d. Agen manajerial sektor publik e. Pesaing f. Publik 4. Analis dan konsultan keuangan Ada begitu banyak kelompok dan individu yang berkepentingan dengan kinerja keuangan perusahaan. Mereka mengambil informasi keuangan dari berbagai sumber dan menganalisanya untuk bermacam-macam keputusan ekonomi sesuai dengan kepentingan mereka. Kreditor berkepentingan dengan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang sebagaimana tertera di kontrak. Para calon investor ingin mengetahui kekuatan finansial perusahaan sebagai salah satu elemen penilaian nilai perusahaan. Pemerintah perlu mengetahui kinerja keuangan suatu perusahaan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dipungut. Selain untuk kepentingan eksternal, pihak internal perusahaan juga berkepentingan dengan kinerja keuangan suatu perusahaan. Pemilik ingin mengetahui hasil dari sumber daya yang telah diinvestasikannya. Manajer perlu menganalisis kinerja keuangan untuk membandingkan kinerja aktual perusahaan dengan target yang telah ditetapkan. Selain itu, analisis kinerja keuangan juga diperlukan untuk membandingkan kinerja perusahaan dengan perusahaan pesaing. Seorang analis keuangan menganalisis kinerja keuangan dengan cara menganalisis laporan keuangan, yang pada dasarnya ingin melihat prospek dan risiko perusahaan. Prospek bisa dilihat dari laba (profitabilitas) dan risiko bisa dilihat dari kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan (kebangkrutan). Seorang analis keuangan harus melakukan beberapa langkah yaitu: 1. Menentukan tujuan dari analisis laporan keuangan 2. Memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang mendasari laporan keuangan 3. Memahami kondisi ekonomi dan bisnis yang mempengaruhi usaha perusahaan tersebut. 2.1.2. Laporan Keuangan Sumber informasi utama yang digunakan oleh para analis untuk mengevaluasi kinerja keuangan suatu perusahaan adalah laporan keuangan, merupakan bagian dari financial reporting (pelaporan keuangan), yang melaporkan hasil dari aktivitas dan operasional perusahaan. Menurut PSAK No.1, laporan keuangan terdiri dari: 1. Neraca Adalah laporan tentang posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu. Biasanya neraca dibuat per 31 Desember, atau tiap akhir bulan. Menurut SAK, komponen neraca adalah: 1. Aktiva (asset) yang terdiri atas aktiva lancar, aktiva tetap, dan aktiva lain-lain. 2. Kewajiban (liability), kewajiban terdiri atas kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. 3. Ekuitas (equity) adalah hak pemilik baik dari setoran modal ataupun laba yang belum dibagi. 2. Laporan Laba Rugi Yaitu akumulasi aktivitas yang berkaitan dengan pendapatan dan biaya selama periode tertentu, misalnya bulanan atau tahunan. Dalam SAK menyebutkan laba rugi menggambarkan gambaran kinerja operasional perusahaan yang dicatat dengan dasar akrual. Adapun komponen laporan laba rugi adalah: a. Pendapatan atau penjualan b. Harga pokok penjualan c. Biaya pemasaran d. Biaya administrasi dan umum e. Pendapatan luar usaha (non operasional) f. Biaya luar usaha (non operasional). 3. Laporan Perubahan Ekuitas Menjelaskan perubahan modal, laba ditahan (laba yang masih belum dibagi), agio atau disagio. Laporan ini menggambarkan saldo dan perubahan hak bagi pemilik yang melekat pada perusahaan. PSAK No.1, menyebutkan bahwa perusahaan harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama laporan keuangan yang menunjukkan: a. Laba atau rugi bersih periode bersangkutan b. Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta jumlahnya yang berdasarkan PSAK yang terkait diakui secara langsung dalam ekuitas. c. Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam PSAK terkait. d. Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik. e. Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya. f. Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio saham dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan. 4. Laporan Arus Kas (Cash Flow) Laporan ini menggambarkan perputaran uang (kas dan bank) selama periode tertentu, misalnya bulanan atau tahunan. Menurut PSAK No.2, jika digunakan dalam kaitannya dengan laporan keuangan yang lain, laporan arus kas dapat memberikan informasi yang memungkinkan para pemakai untuk mengevaluasi perubahan alam aktiva bersih perusahaan, struktur keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan untuk mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptasi dengan perubahan keadaan dan peluang. Informasi arus kas berguna untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas dan memungkinkan para pemakai mengembangkan model untuk menilai dan membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan (future cash flows) dari berbagai perusahaan. Informasi tersebut juga meningkatkan daya banding pelaporan kinerja operasi berbagai perusahaan karena dapat meniadakan pengaruh penggunaan perlakuan akuntansi yang berbeda terhadap transaksi dan peristiwa yang sama. Disamping itu, informasi arus kas juga berguna untuk meneliti kecermatan dari taksiran arus kas masa depan yang telah dibuat sebelumnya dan dalam menentukan hubungan antara profitabilitas dan arus kas bersih serta dampak perubahan harga. Adapun laporan arus kas ini terdiri dari: a. Arus kas dari kegiatan operasi Aktivitas operasi adalah aktivitas pendapatan utama perusahaan dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah operasi dari perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar. Informasi mengenai unsur tertentu arus kas historis bersama dengan informasi lain, berguna untuk memprediksi arus kas operasi masa depan. b. Arus kas dari kegiatan investasi Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas. Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan arus kas masa depan. c. Arus kas dari kegiatan pendanaan. Aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan. Pengungkapan yang terpisah yang timbul dari aktivitas pendanaan perlu dilakukan sebab berguna untuk memprediksi klaim terhadap arus kas masa depan oleh para pemasok modal perusahaan. 5. Catatan atas Laporan Keuangan. Isi catatan ini adalah penjelasan umum tentang perusahaan, kebijakan akuntansi yang dianut, dan penjelasan setiap akun-akun neraca dan laba rugi. Bilamana penjelasan tiap akun neraca dan laba rugi masih perlu dirinci, maka dijabarkan dalam lampiran. SAK mengatur bagaimana akun harus disajikan, penjelasan apa saja yang harus ada, bagaimana mengukurnya, kapan perusahaan harus mengakui aktiva, hutang, pendapatan dan biaya. Untuk industri tertentu diatur khusus, misalnya bank, koperasi, dana pensiunan dan lain sebagainya. 2.1.3. Tujuan Laporan Keuangan Menurut Mamduh & A.Halim (2005: 31) tujuan laporan keuangan dimulai dari yang paling umum, kemudian bergerak ke tujuan yang lebih spesifik. Adapun tujuan laporan keuangan tersebut dapat dijelaskan dengan bagan sebagai berikut: Bagan 2.1. Tujuan Laporan Keuangan Tujuan Umum Tujuan Pemakai Eksternal Tujuan Perusahaan Tujuan Spesifik Sedangkan menurut Belkoui (2003:126), seperti yang dinyatakan dalam Accounting Principles Board (APB) Statement No. 4, menetapkan tiga tujuan laporan keuangan yaitu: 1) Tujuan khusus, menekankan pada kewajaran dan kesesuaian posisi keuangan, hasil operasi, dan perubahan lain dalam posisi keuangan dengan berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum (PABU). 2) Tujuan umum, menekankan pada fungsi penyediaan informasi akuntansi yang dapat dipercaya, seperti tentang sumber daya ekonomi dan kewjiban, sumber daya bersih sebagi hasil dari aktivitas operasi, estimasi earnings perusahaan, dan informasi lain yang relevan dengan pemakai. 3) Tujuan kualitatif, menekankan pada kualitas laporan keuangan, yang antara lain ditandai dengan adanya relevansi, dapat dipahami, netralitas, dapat diuji kebenarannya, tepat waktu, dapat diperbandingkan serta kelengkapan. 2.1.4. Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan merupakan dasar untuk menilai dan menganalisis prestasi operasi perusahaan. Dalam penganalisaan, analis harus dapat menyesuaikan faktor-faktor yang mungkin ada pada periode masa datang yang mungkin mempengaruhi posisi keuangan atas hasil usaha perusahaan di masa yang akan datang serta dapat memberi hasil analisis dan interpretasi yang baik sehingga bermanfaat dalam menentukan kebijaksanaan manajemen dalam pengambilan keputusan. Menurut Horrigan (1965) menyatakan bahwa rasio keuangan berguna untuk memprediksi kesulitan keuangan perusahaan. Dengan rasio keuangan memungkinkan investor menilai kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan saat ini dan di masa lalu, serta sebagai pedoman bagi investor mengenai kinerja masa lalu dan masa datang. Analisis rasio keuangan meliputi dua jenis perbandingan yaitu perbandingan eksternal dan internal. Dalam perbandingan internal analis dapat membandingkan rasio yang sekarang dengan yang akan datang dan yang lampau untuk perusahaan yang sama. Apabila rasio keuangan disajikan dalam beberapa tahun, seorang analis dapat mempelajari komposisi perubahan dan menetapkan kemajuan-kemajuan prestasi keuangan yang ada selama tahun-tahun tersebut. Perbandingan eksternal meliputi perbandingan rasio suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis dan mempunyai ukuran yang hampir sama pada saat yang sama. Hal ini akan menggambarkan prestasi secara relatif dan keadaan keuangan perusahaan. Dalam melakukan analisis dapat digunakan berbagai jenis rasio yang disesuaikan dengan tujuannya untuk mengetahui kemampuan perusahaan jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio-rasio yang sering dipakai oleh para analis untuk mencapai tujuannya adalah rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio profitabilitas. Pengklasifikasian angka rasio keuangan menurut (Mamduh & A.Halim, (2005:31)) dan (Darsono & Ashari, (2004:51)), menyatakan bahwa angka-angka rasio keuangan dapat dikategorikan menjadi: 2.1.4.1. Rasio Likuiditas Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya, dengan melihat aktiva lancar perusahaan relatif terhadap hutang lancarnya (kewajiban perusahaan). Meskipun rasio ini tidak bicara masalah solvabilitas (kewajiban jangka panjang), dan biasanya relatif tidak penting dibandingkan rasio solvabilitas, tetapi rasio likuiditas yang jelek dalam jangka panjang juga akan mempengaruhi solvabilitas perusahaan. Rasio ini digolongkan kedalam dua kelompok, yaitu: 1. current ratio Untuk menilai kemampuan jangka pendek perusahaan, analis menggunakan current ratio. Rasio ini membandingkan aktiva lancar dengan hutang lancar. Current ratio yang tinggi belum tentu menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai kemampuan yang baik dalam membayar hutang perusahaan yang jatuh tempo. Hal tersebut dikarenakan dalam komponen aktiva lancar, terdapat pos-pos yang pendistribusiannya tidak menguntungkan. Misalnya, jumlah persediaan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan taksiran penjualan yang akan datang. Sehingga terjadi over investment dalam persediaan. Rasio lancar = aktiva lancar Kewajiban lancar 2. Quick ratio Quick ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya tanpa memperhitungkan pos persediaan karena persediaan memerlukan waktu yang relatif lama dalam realisasinya menjadi kas. Rasio Quick = aktiva lancar – persediaan Kewajiban lancar 2.1.4.2. Rasio Profitabilitas Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu. Profitabilitas dianggap sebagai alat yang memiliki tingkat keakuratan yang tinggi dalam mengukur hasil pelaksanaan operasi perusahaan, karena profitabilitas merupakan alat pembanding berbagai alternatif investasi dan tingkat resikonya. Semakin besar resiko investasi, diharapkan semakin besar pula laba yang diperoleh. Rasio Profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. ROE (Return on Equity). Rasio ini berguna untuk mengetahui besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. Semakin tinggi rasio ini semakin baik karena memberikan tingkat kembalian yang lebih besar pada pemegang saham. Sebagai pembanding untuk rasio ini adalah tingkat suku bunga bebas risiko misalnya suku bunga sertifikat bang Indonesia. Rasio ROE dinyatakan sebagai berikut: Return on Equity = Laba bersih Modal saham b. ROA (Return on Total Asset) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu. ROA juga sering disebut sebagai Return On Investment (ROI). Rasionya dinyatakan sebagai berikut: Return on Investment = laba bersih total aktiva c. NPM (Net Profit Margin) Rasio ini menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini bisa juga diinterpretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisisensi) di perusahaan pada periode tertentu. Rasionya dinyatakan sebagai berikut: Profit Margin = laba bersih Penjualan bersih 2.1.4.3. Rasio Aktivitas Rasio ini dipakai untuk mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber-sumber dana atau aset yang ada di perusahaan. Rasio ini merupakan perbandingan antara penjualan dengan berbagai aktiva pendukung terjadinya penjualan. Rasio manajemen aset yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 2.2. ITO (Inventory turn over) Rasio ini berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan, dalam arti berapa kali persediaan yang ada diubah menjadi penjualan. Dengan mengetahui rasio ini kita bisa mengetahui likuiditas dari persediaan yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi rasio ini maka semakin cepat persediaan diubah menjadi penjualan. Rasio ini dinyatakan dengan rumus: ITO = penjualan persediaan 2.3. TATO (Perputaran aktiva total (Turnover Asset Tota/) Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan, sehingga kita bisa mengetahui efektifitas penggunaan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Rumusnya : Perputaran aktiva total = penjualan Aktiva total 2.1.4.4. Rasio Solvabilitas Manajemen hutang suatu perusahaan dapat menimbulkan tiga implikasi penting, yaitu: (1) By raising funds through debt, its owners can maintain control of a firm with a limited investment; (2) creditors look to the equity, or owner supplied funds, to provide a margin of safety, if the owners have provided only a small proportion of the total financing, the risk the enterprise are borne mainly by its creditors; (3) if the firm earns more on investment financed with borrowed funds than it pays in interest, the return on the owners’ capital is magnified, or “leveraged”. (Brigham, 1992:54) Selain itu, manajemen hutang meningkatkan tingkat pengembalian investasi yang diharapkan oleh para pemegang saham. Hal ini terjadi karena dua alasan, yaitu: (1) Since interest is deductible, the use of debt financing lowers the tax boll and leaves more of the firm’s operating income available to its investors; (2) if the rate of return on assets (EBIT/ Total assets) exceeds the intertest rate of debt, as it generally does, then a company can use debt to finance assets, pay the interest on the debt, and have something left over as a “bonus” for its stockholders. (Brigham, 1992:55) Rasio yang digunakan untuk menghitung manajemen hutang dalam penelitian ini adalah debt to asset ratio (DAR) dan debt to equity ratio (DER), keduanya mempunyai fungsi sama yaitu mengukur prosentase dana yang disediakan oleh kreditor. a. DAR (Debt to asset ratio) Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menunjukkan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam megadaptasi kondisi kekurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga kepada kreditor. Jika rasio tinggi, menunjukkan adanya peningkatan dari risiko pada kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam membayar semua kewajibannya. Dari pihak pemegang saham, rasio yang tinggi akan mengakibatkan pembayarn bunga yang tinggi, yang pada akhirnya akan mengurangi pembayaran dividen. Rumusnya: DAR = Total kewajiban Total aktiva b. DER (Debt to equity ratio) Rasio ini menunjukkan persentase pendiaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasi ini semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Dari perspektif kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang. Rumusnya : DER = total kewajiban total ekuitas 2.1.4.5. Rasio Pasar (Market Value) Rasio pasar merupakan kelompok rasio yang mengindikasikan pendapat investor mengenai kinerja perusahaan di masa lalu dan prospeknya di masa yang akan datang. Rasio-rasio yang termasuk dalam kelompok rasio ini adalah laba per lembar saham (earning per share/ EPS); Price/ earning ratio (PER); dan Price to book value (PBV). Laba per lembar saham adalah rasio yang menunjukkan besarnya keuntungan (return) yang diperoleh investor untuk setiap lembar saham perusahaan yang dimilikinya. Earning per share (EPS) = net income Total shares Price/ earning ratio (PER) menggambarkan berapa banyak uang yang rela dibayarkan oleh investor untuk setiap rupiah laba yang dilaporkan. Besarnya uang yang rela dibayarkan tersebut menunjukkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. PER dihitung dengan cara membagi harga saham dengan laba per saham. Price/ earning ratio (PER) = price per share Earning per share Rasio price to book value (PBV) menggambarkan seberapa besar pasar menghargai suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio PBV berarti semakin besar pula kepercayaan pasar akan prospek perusahaan tersebut. Perusahaan dengan nilai return on equity (ROE) yang tinggi umumnya mampu menjual sahamnya dengan harga mencapai beberapa kali lipat nilai bukunya dibandingkan dengan perusahaan yang labanya rendah. Nilai buku saham adalah perbandingan antara total ekuitas dengan jumlah saham beredar. Book value per share = commonequity Share outstanding Rasio PBV dihitung dengan membagi harga pasar per lembar saham dengan nilai bukunya. Price to book value (PBV) = market price per share Book value per share 2.1.5. Manfaat dan Keterbatasan Analisis Rasio Menghitung rasio keuangan suatu perusahaan adalah hal yang relatif mudah. Agar analisis rasio dapat bermanfaat, hal yang paling menentukan adalah interpretasi analis atas angka yang dihasilkan dari proses perhitungan. Untuk menginterpretasikan rasio, analis umumnya membandingkan kinerja: 1. Dari beberapa periode 2. Dengan perusahaan lain yang bergerak di industri yang sama 3. Dengan kinerja rata-rata industri Meskipun sangat bermanfaat untuk mengetahui kondisi operasi dan keuangan perusahaan, tetapi analisis rasio juga memiliki masalah inheren dan keterbatasan yang memerlukan perhatian khusus. Berikut ini adalah beberapa keterbatasan analisis rasio: 1. Laporan keuangan yang dibuat oleh setiap perusahaan menggunakan prosedur akuntansi yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan hasil perhitungan rasio menjadi sulit untuk dibandingkan. 2. Inflasi menyebabkan nilai akun-akun yang tertera di neraca sangat jauh berbeda dengan nilainya saat ini. 3. Faktor musiman juga dapat menyebabkan distorsi nilai rasio, terutama nilai rasio perputaran (turnover). 4. Perusahaan dapat melakukan teknik “window dressing” agar laporan keuangan mereka tampak lebih baik daripada keadaan yang sebenarnya. 5. Seorang analis sulit menggeneralisasi apakah nilai tertentu sebuah rasio adalah baik atau buruk tanpa dilakukannya analisis mendalam terlebih dahulu. Privatisasi 2.2.1. Pengertian Privatisasi Selama ini, tidak ada definisi yang pasti dari pakar tentang privatisasi, hal ini sesuai dengan negara mereka masing-masing dalam penerapannya. Meskipun tidak sama dalam setiap pendefinisian, tetapi dapat disimpulkan bahwa arti privatisasi adalah perubahan kepemilikan perusahaan milik publik menjadi perusahaan milik swasta atau perusahaan milik pribadi dengan jalan saham. Arti privatisasi tersebut dapat dijabarkan bahwa merupakan kebijakan publik yang mengarahkan bahwa tidak ada alternatif lain selain pasar yang dapat mengendalikan ekonomi secara efisien, serta menyadari bahwa sebagian besar kegiatan ekonomi yang dilaksanakan selama ini seharusnya diserahkan kepada sektor swasta. Untuk lebih jelasnya arti privatisasi, dapat kita ambil dari pendapat beberapa pakar, antara lain: • Menurut Held, tentang ”Terminologi Privatisasi” (Indra Bastian, op.cit.hlm 19): 1. Privatisasi keuangan merupakan jasa berkelanjutan yang diproduksi oleh sektor publik; 2. Privatisasi produk jasa yang dibiayai oleh sektor yaitu kontrak, bidang pendidikan, dan berupa vouchers; 3. Adanya ”dis-nasionalisasi dan penghapusan” yang diartikan sebagai penjualan perusahaan publik dan pemindahan fungsi pengolahan perusahaan dari publik ke sektor swasta (pribadi); 4. Adanya ”pembebasan” yang diartikan sebagai pelanggaran terhaap status monopoli atau pengaturan terhadap lisensi yang menghambat sektor swasta dalam memenuhi pasar yang disuplai sektor publik. • Transkrip Pidato John Moore (Menteri Muda BUMN Inggris: 1980-1988), mengemukakan bahwa privatisasi sering dikonotasikan sebagai: 1. Pengembalian perusahaan negara kepada sektor swasta; 2. Kontrak jasa kepada sektor swasta; 3. Pembebasan (dalam arti kompetisi); 4. Deregulasi • Shackleton (1970-an) Penggunaan istilah privatisasi beragam. Ada beberapa istilah yang merefleksikan pemindahan kepemilikan, kategori yang paling besar mencakup pasar. Selaras dengan kategori ini, Beliau secara khusus membicarakan dua tipikal ukuran, yaitu: 1. Terkait dengan industri yang telah dinasionalisasikan maupun perusahaan publik yang lain; 2. Terkait dengan konsep negara sejahtera dan jasa yang disediakan oleh sektor publik. • Pirie (1980-an) Ide privatisasi melibatkan pemindahan produksi barang dan jasa sektor publik dan sektor swasta, yang mengakibatkan perubahan manajemen perusahaan sektor publik ke mekanisme swasta. Privatisasi lebih merupakan metode, bukan semata-mata kebijakan final. Sebuah metode regulasi yang memiliki kecenderungan untuk mengatur aktivitas ekonomi sesuai mekanisme pasar. • Kay dan Thompson (1970-an) Perubahan hubungan antara pemerintah dengan sektor swasta. Sedangkan bangsa Indonesia mendefinisikan privatisasi seperti yang terdapat dalam pasal 1 butir 12 UU No. 19 Tahun 2003, adalah sebagai berikut: ”Privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun keseluruhannya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat”. 2.2.2. Maksud dan Tujuan Privatisasi Menurut Undang-undang No.19 Tahun 2003 pasal 74 butir (1) dan (2) adalah: 1. Privatisasi dilaksanakan dengan maksud: a. Memperluas kepemilikan masyarakat atas Perseroan; b. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan; c. Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik (akurat); d. Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif; e. Menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi; f. Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar. 2. Privatisasi dilakukan dengan tujuan untik meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan saham. 2.2.3. Metode Privatisasi Heru Sutejo (1995:7) mengatakan bahwa ada beberapa metode privatisasi yaitu: a. Lelang, dalam metode ini aset publik dijual kepada penawar yang tertinggi pada lelang terbuka. b. Negotiated sale, yaitu negoisasi secara langsung antara pembeli dan penjual dimana harga dan syarat dari transaksi disetujui bersama. c. Tender, aset publik akan dijual kepada penawar yang mengajukan nilai tender yang tertinggi. d. Emisi saham, saham publik ditawarkan dalam bursa efek dalam negeri atau luar negeri. e. Manajement employee buyout, manajemen dan karyawan publik membeli saham yang dapat mengendalikan perusahaan. f. Pembagian saham, sebagian dari saham biasanya antara 10%-25% dari saham publik dibagikan atau dijual kepada karyawan atau kelompok tertentu dalam masyarakat dengan harga yang ”miring” g. Pembagian voucher atau kupon, anggota masyarakat tertentu diberi voucher atau kupon yang diberi harga nominal rendah, yang dapat ditukarkan dengan saham publik atau reksa dana yang menguasai saham publik. h. Joint venture, investor swasta baik domistik atau asing bersama perusahaan publik membentuk perusahaan baru. i. Build own-operate and transfer agreements, persetujuan semacam ini lebih umum digunakan dalam pembangunana infrastruktur seperti jalan tol, dimana pengelola swasta lebih berhak memungut tol selama 20 tahun, misalnya, stelah jangka waktu itu jalan tol tersebut milik pemerintah. j. Leasing, investor swasta, membayar kepada pemerintah sejumlah biaya tahunan dengan hak mengoperasikan perusahaan publik. k. Management contract, pemerintah membayar operator swasta sejumlah biaya untuk mengoperasikan perusahaan publik. 2.3. Delisting. 2.3.1. Pengertian Delisting (Penghapusan Dari Daftar) Yaitu penghapusan saham sebuah perusahaan terdaftar dari Register of Securities yang tercatat dalam bursa saham, dapat terjadi karena: a. Permohonan penghapusan dari daftar saham oleh perusahaan yang bersangkutan (delisting sukarela). b. Penghapusan dari daftar saham oleh bursa saham terkait dengan regulasi bursa saham. 2.3.2. Prosedur Delisting 1. Jika sebuah perusahaan terdaftar mengalami setidaknya salah satu kondisi-kondisi dalam kriteria delisting, maka pada akhir hari dari hari bursa setelah persoalan tersebut diketahui, bursa saham harus mengumumkan penghapusan saham perusahaan terdaftar itu dari Register of Securities pada Bursa Saham. 2. Jika perusahaan terdaftar mengalami setidaknya salah satu kondisi tersebut, maka bursa saham harus menghapus saham perusahaan dengan prosedur berikut: i) Bursa saham memberitahukan perusahaan terkait mengenai keputusan penghapusan daftar sahamnya, termasuk termasuk time schedule, pada hari bursa yang sama ketika keputusan tersebut dibuat, salinan diserahkan ke Bapepam. ii) Bursa saham mengumumkan keputusan menghapus saham perusahaan tersebut dari daftar, termasuk time schedule. Pengumuman tersebut harus dilaksanakan paling akhir pada awal sesi, baru bursa berikutnya setelah keputusan penghapusan tersebut dibuat. iii) Pada hari yang sama saat pengumuman keputusan serta time schedule tersebut dibuat, bursa saham harus menutup perdagangan saham dari perusahaan tersebut dimana penutupan tersebut akan berlaku selama lima hari bursa setelah hari pengumuman. iv) Saham perusahaan terkait mengacu pada poin ii) diatas dapat diperdagangkan pada bursa saham di pasar negosiasi selama 20 hari bursa setelah hari penutupan tersebut selesai, mengacu pada poin ii) diatas, dan penyelesaian transaksinya tidak akan dijamin oleh KPEI. v) Penghapusan saham daftar saham perusahaan terkait dari register of securities yang terdaftar pada bursa saham akan berlaku pada hari bursa berikutnya setelah akhir periode perdagangan mengacu pada poin ii) diatas. vi) Bursa saham harus mengumumkan hari efektif dari penghapusan daftar saham perusahaan yang bersangkutan dari register of securities pada bursa saham paling akhir lima hari bursa sebelum akhir periode perdagangan yang mengacu pada poin (ii) diatas. 3. Jika saham perusahaan terdaftar dihapus dari register of securities yang terdaftar dalam bursa saham (delisiting), maka semua jenis securities perusahaan tersebut juga harus dihapus dari Register of Securities pada Bursa saham. 4. Sebuah perusahaan terdaftar, yang daftar sahamnya dihapus dari Register of securities pada Bursa Saham, dapat mengajukan keberatan kepada kepala Bapepam, namun keputusan Bapepam adalah final (JSX Fact Book 2002). BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Obyek Penelitian Perusahaan yang menjadi obyek penelitian ini adalah PT Aqua Golden Mississippi, Tbk. 3.2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan “…..to describe characteristic of a population or phenomenon. Descriptive research seeks to determine the answers to who, what, when, whwre, and how question” (Zikmund, 1991:32). Menurut Moleong (1991:6), penelitian deskriptif ini termasuk penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati didukung dengan studi literatur atau studi kepustakaan berdasarkan pendalaman kajian pustaka data dan angka, sehingga realitas dapat dipahami dengan baik 3.3. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan ruang lingkup permasalahan yang dibahas, penelitian ini merupakan studi kasus. Studi kasus ”lebih menekankan kepada analisis konteks secara penuh berdasar peristiwa atau kondisi yang lebih sedikit dan hubungannya satu dengan yang lain” (Cooper & Emory, 1995:257). 3.4. Jenis Data Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Indiantoro, Nur & Bambang Supomo (1999:147), data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh orang lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Berdasarkan sumber datanya, data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data sekunder eksternal. Data sekunder eksternal yaitu data yang dipublikasikan dan umumnya disusun oleh suatu entitas selain peneliti dari organisasi yang bersangkutan. Menurut sifatnya, data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Data kuantitatif, yaitu data berupa angka. Data kualitatif dalam penelitian ini berupa angka rasio keuangan dan angka-angka akuntansi laporan keuangan. 2. Data kualitatif, yaitu data yang bersifat non-angka. Data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berupa deskripsi keadaan obyek penelitian, teori-teori yang mendukung dan data-data lain yang bukan dalam bentuk angka. 3.5. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Dokumentasi data dari berbagai sumber yang dipublikasikan. 2. Studi pustaka, yaitu mengumpulkan data dengan cara mempelajari literatur seperti buku yang relevan, surat kabar, majalah, maupun artikel. 3.6. Sumber Data Data yang digunakan dan sumbernya dapat dijabarkan seperti dibawah ini: 1. Seluruh harga saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga penutupan saham yang bersumber dari database harga saham harian Jakarta Stock Exchange (JSX) yang diakses melalui www.jsx.co.id. 2. Data rasio keuangan PT Aqua Golden Mississippi,Tbk tahun 2000-2004 bersumber dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2000-2004 yang diterbitkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ). 3. Data rasio keuangan PT Aqua Golden Mississippi Tbk dan PT Ades Alfindo Putrasetia Tbk; yang bersumber dari database laporan keuangan Jakarta Stock Exchange (JSX) yang diakses melalui www.jsx.co.id 3.7. Metode Analisis Data Data-data yang diperoleh dianalisis dengan pendekatan berikut: 1. Analisis kuantitatif, yaitu analisis rasio yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kinerja keuangan PT Aqua Golden Mississippi Tbk selama lima tahun terakhir (tahun 2000-2004) serta membandingkannya dengan perusahaan lain yang bergerak di industri yang sama. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio likuiditas, rasio manajemen aset, rasio manajemen hutang, rasio profitabilitas, dan rasio nilai pasar. 2. Analisis kualitatif, yang dilaksanakan agar penulis dapat memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai masalah yang diteliti. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum PT. Aqua Golden Mississippi, Tbk. 4.1.1. Sejarah Perusahaan PT. Aqua Golden Mississppi Tbk, memelopori usaha industri air minum dalam kemasan di Indonesia pada tahun 1973. Didirikannya perusahaan ini dalam rangka UU Penanaman Modal Dalam Negeri No.6 Tahun 1968, yang telah diubah dan ditambah dengan UU No.12 tahun 1970, berdasarkan akta notaris Tan Thong Kie, No.24 tanggal 23 Februari 1973, yang disahkan oleh Menteri Kehakiman dalam SK N0. Y. A. 5/213/22/ tanggal 19 Juni 1973 serta diumumkan dalam Berita Negara No.84 tanggal 19 Oktober 1993. Pencetus ide air mineral AQUA pada awal berdirinya adalah Tirto Utomo seorang pebisnis nasional dan mantan karyawan Pertamina. Konsep yang diambil dalam mewujudkan ide Tirto Utomo tersebut, diambil dari Amerika Serikat salah satu negara yang memproduksi air minum dalam kemasan. Air minum harus bebas dari mikroorganisme patogen dan berdasarkan konsep tersebut, maka tanggal 23 Februari 1973 didirikanlah sebuah perusahaan yang bernama PT. Aqua Golden Mississippi Tbk, dengan produksi percobaan pada bulan Agustus 1974 dan produksi komersial pada bulan September 1974. Pada awal produksinya Aqua, yaitu di tahun 1974-1980, bahan baku untuk membuat air minum dalam kemasan diambil dari sumur bor (pure artesian water). Namun, karena adanya intrusi air laut, maka pada tahun 1981, sumber air dari sumur bor diganti dengan sumber air dari pegunungan yang diangkut dari Ciawi dengan truk tangki. Semakin lama, ternyata permintaan terhadap air minum dalam kemasan semakin besar dan meluas, sehingga dibutuhkan armada angkut yang besar untuk memasarkan produk tersebut ke semua konsumen. Dalam perkembangan selanjutnya di wilayah timur, permintaan terhadap air minum dalam kemasan juga meningkat, maka perusahaan membangun anak perusahaan baru di wilayah timur atau daerah Jawa Timur, tepatnya di daerah Pandaan, yang diberi nama PT. Tirta Jaya Utama, yang diresmikan oleh Bupati Pasuruan berdasrkan SK Menteri Perindustrian RI No.210/BJAI/ILUS/KON-FAS/V/1984. mulai 7 Agustus 1985, PT Tirta Jaya Utama diganti nama dengan PT Tirta Jayamas Unggul yang diresmikan oleh Menteri Perindustrian dan Tenaga Kerja. Karena adanya penggabungan usaha yaitu akuisisi antara perusahaan Danone dari Perancis dan PT Tirta Jayamas Unggul, maka pada tanggal 16 Oktober 2000, PT Tirta Jayamas Unggul diganti nama menjadi PT Tirta Investama. Adapun Profile PT AGM Tbk adalah sebagai berikut: Nama perusahaan : PT AQUA GOLDEN MISSISSIPPI Berdiri : 23 Februari 1973 No NPWP : 1.001.922.2-054 Direktur utama : Willy Sidharta Komite Audit : R. Soekardi Jenis usaha : Perusahaan industri pengolahan dan pembotolan air minum dalam kemasan Kantor pusat : Jl. Pulo Lentut No.3 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Status : Company Listing di Pasar Bursa Indonesia, yaitu BEJ tanggal 1 Maret 1990. 4.2. Analisis Kinerja Keuangan PT Aqua Golden Mississippi, Tbk Tahun 2000-2004 4.2.1. Analisis Tingkat Pertumbuhan PT Aqua Golden Mississippi, Tbk. Pada tahun 2001 PT Aqua Golden Mississippi Tbk, membuktikan kemampuannya untuk mempertahankan kinerjanya melalui pertumbuhan yang sehat dan menguntungkan. Kampanye yang dilakukan sejak tahun 2000 berhasil mendorong konsumsi air minum dalam kemasan. Promosi dengan tema ”minum air 8 gelas sehari” dilengkapi dengan Aqua Branding Compaign yang secara agresif dilancarkan oleh perseroan berhasil meningkatkan volume penjualan secara gratis. Kondisi perekonomian yang kondusif dan situasi politik yang stabil di Indonesia pada tahun 2001, merupakan titik balik bagi dunia usaha dan pada akhirnya meningkatkan daya beli konsumen. Dengan berbagai faktor tersebut, Perseroan mampu mendorong penjualan AQUA sebesar 50,48% dengan volume penjualan sebesar Rp 2.36 milyar liter dari 1,57 milyar liter di tahun sebelumnya. Hasil penjualan di tahun 2001 meningkat sebesar 44,2% mencapai Rp 793.6 juta dari tahun sebelumnya sebesar Rp 550.5 juta. Pertumbuhan hasil penjualan yang lebih rendah dibandingkan dengan volume penjulan disebabkan karena pertumbuhan ”kemasan sekali pakai” lebih besar dari pertumbuhan ”kemasan 5 galon”. Margin yang lebih rendah dari penjualan produk-produk AQUA berasal dari pabrik pemegang lisensi merupakan sebagian dari keseluruhan royalti yang diperoleh Perseroan. Penerimaan lain dalam bentuk ”tecnical assistance fee”. Selain itu, biaya marketing yang merupakan kewajiban Perseroan dibebankan pada PT Tirta Investama selaku distributor produk-produk Perseroan (Financial Highlight Aqua, 2001). PT Aqua Golden Mississipi Tbk (AQUA), memproyeksikan penjualan sebesar Rp 1.169 trilyun pada tahun 2004, atau naik sekitar 10,9% dibanding tahun 2003 yang mencapai Rp 1.054 trilyun. Selain itu, di tahun tersebut juga menunjukkan banyak pemain baru yang masuk di industri perusahaan air minum kemasan (AMDK). Tidak hanya di Pulau Jawa, tetapi juga di pasar-pasar baru seperti Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Meski begitu, Perseroan tetap dapat mempertahankan pangsa pasar yang saat ini masih sekitar 45%, dengan penggunaan strategi yang tepat agar pangsa pasar Aqua tidak digerogoti pemain lain. Strategi pangsa pasar itu misalnya, iklan dan promosi. PT Aqua tetap memfokuskan pasar yang besar di Pulau Jawa. Selain itu untuk tahun 2006, PT Aqua akan mengeluarkan belanja investasi untuk meningkatkan kapasitas produksi. Sebagai produsen utama air minum dalam kemasan, direktur utama Willy Sidharta mengatakan “ pasar air minum dalam kemasan (AMDK) untuk tahun 2005 ini akan tumbuh sekitar 10-15%”. Persaingan di bisnis AMDK semakin ketat dan banyak pemain baru yang bermunculan. Namun, AQUA akan mempertahankan ”market share” antara 40-45% dengan cara terus memperkuat citra di masyarakat dan kualitas produk. Jika dilihat kinerja keuangannya, Per September 2004 Perseroan mendapat pendapatan bersih Rp 960.3 milyar, atau naik signifikan dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 791 milyar. Sedangkan laba usaha tercatat Rp 82 milyar dan laba bersih Rp 67.1 milyar (PROSPEKTIF, 24-30 Januari 2005). Pertumbuhan AMDK mencapai 20% per tahun. Angka ini diperkirakan akan turun walaupun volume penjualan besar. Pada 2005 Aqua menargetkan pertumbuhan AMDK sebesar 15%. “Target tahun 2010-2011 sebanyak 75 liter per kapita per tahun dan sekarang baru 45 liter per kapita per tahun (www.bisnis.com. 13 April 2006). 4.3. Analisis Saham, Dividen dan Penggunaan Laba. 4.3.1. Analisis Saham dan Dividen Hingga 31 Desember 2001, Perseroan menerbitkan saham biasa sejumlah 13.162.473 lembar saham dengan nilai nominal Rp1.000 setiap lembar saham. Saham-saham tersebut diperdagangkan di BEJ dan BES. Di tahun 2001, Perseroan telah membukukan laba bersih sejumlah Rp 48.014.292.158, Direksi mengusulkan untuk membagikan dividen tunai kepada para pemegang saham Perseroan sebesar Rp 625 per saham bernilai Rp 1.000 atau sejumlah Rp 8.226.545.625 dari laba bersih yang diterima pada tahun 2001. sisanya sejumlah Rp 39.787.746.533 ditambahkan pada laba ditahan (www.suarakarya.com, diakses 7 Desember 2005). Di tahun 2002, dividen yang dibagikan kepada pemegang saham adalah Rp 860 per saham. Sedangkan pada tahun 2003 pembagian dividen pada pemegang saham mengalami penurunan yaitu hanya sebesar Rp 800 per saham diambil dari laba bersih tahun buku 2003 yang mencapai Rp 63.246 milyar. Di tahun 2004, dalam rapat umum pemegang saham PT Aqua Golden Mississippi Tbk di Jakarta, memutuskan untuk membagi dividen sebesar Rp 1.180 per saham. Dana untuk dividen yang jumlah seluruhnya Rp 15.531 miliar itu diambil dari laba bersih tahun buku 2004 yang mencapai Rp 91.639 miliar, sedangkan sisanya Rp 76.108 miliar akan digunakan sebagai laba ditahan. Presdir Aqua Willy Sidharta seusai RUPS mengemukakan, nilai dividen tersebut merupakan yang terbesar sejak 2000 (www.google.com, diakses 3 Maret 2006). Tabel 4.1. Pengumuman Dividen Tahun Dividen (Rp) Cum Date Ex Date Recording Date Payment Date 2000 500 16-Juli-01 17-Juli-01 24-Juli-01 7-Agust-01 2001 625 15-Juli-02 16-Juli-02 19-Agust-02 2-Agust-02 2002 860 16-Juli-03 17-Juli-03 21-Juli-03 4-Agust-03 2003 800 17-Juni-04 18-Juni-04 22-Juni-04 6-Juli-04 2004 1.180 6-Juli-05 6-Juli-05 7-Juli-05 21-Juli-05 Sumber: www.jsx.co.id (diakses 3 Februari 2006) 4.3.2. Analisis Laba Laba bersih Aqua selama tahun 2000 mencapai Rp 38.5 milyar, dan ini merepresentasikan pertumbuhan 115% sepanjang tahun 1999 dengan kinerja pendapatan mencapai Rp 17.8 milyar. Tahun 2000 juga mencatat penjualan bersih sebesar Rp 550.6 milyar, meningkat 34% sepanjang tahun 1999 dengan jumlah Rp 410.8 milyar. Laba bersih pada tahun 2001 berjumlah Rp 48.014 milyar, naik dari hanya Rp 38.465 milyar per tahun sebelumnya. Pendapatan yang lebih tinggi dihasilkan dari pertumbuhan Rp 793.652 milyar dalam penjualan bersih berbanding dengan tahun sebelumnya. Laba bersih tahun 2002 berjumlah Rp 66.110 milyar, naik dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 48.014 milyar. Laba bersih tahun 2003 berjumlah Rp 62.071 milyar, naik dari pendapatan tahun sebelumnya sebesar Rp 66.110 milyar. Pendapatan yang lebih tinggi dihasilkan dari pertumbuhan dalam penjualan bersih hingga Rp 1.077 trilyun berbanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2004, penjualan bersihnya naik hingga Rp 1.33 trilyun dari Rp 1.07 trilyun yang dilaporkan pada tahun 2003. Laba bersihnya juga naik dari Rp 63.2 milyar sampai Rp 91.6 milyar (www.wartaekonomi.com, diakses 26 Desember 2005). Grafik 4.1. Laba Bersih (Net Income) PT Aqua Golden Mississippi, Tbk. Tahun 2000 sampai dengan 2004. Sumber: www.jsx.co.id, (diakses 3 Februari 2006) 4.4. Analisis Rasio untuk mengukur Kinerja Keuangan Ukuran kinerja PT Aqua dalam penelitian ini, menggunakan analisis rasio. Analisis rasio dapat membantu investor memperoleh gambaran mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan. Berdasarkan hasil analisis tersebut, investor dapat mengambil keputusan investasi yang menurutnya paling baik. Tabel 4.2. Rasio Keuangan PT Aqua Golden Mississippi, Tbk Rasio Keuangan PT Aqua Golden Mississippi, Tbk Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 *Rata-rata Industri 2004 Rasio Likuiditas Current ratio 70.97 67.84 71.45 502.93 442.93 242.21 Quick ratio 66.20 65.04 125.89 484.11 415.63 218.84 Rasio Solvabilitas DAR 0.62 0.67 0.58 0.47 0.46 0.64 DER 1.71 2.08 1.44 0.91 0.87 2.88 Rasio Profitabilitas NPM 6.99 6.05 6.47 5.76 6.87 3.44 ROA 16.33 13.71 17.77 17.51 19.89 (62.07) ROE 45.00 42.70 43.91 33.85 37.65 (405.5) Rasio Aktivitas ITO 50.59 76.09 118.75 124.09 50.79 32.2 TATO 1.61 1.55 1.90 2.06 1.99 1.60 Market Value PER 4.79 9.59 7.47 10.14 6.89 2.30 PBV 1.49 2.79 2.24 2.32 1.78 10.5 EPS (Rp) 2.922 3.647 5.022 4.715 6.962 2.985 Sumber: Indonesion Capital Market Directory, 2004. Keterangan : * Rata-rata industri tahun 2004, diperoleh dari analisis perusahaan yang sejenis, yaitu Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) antara PT Aqua dengan PT Ades Alfindo Putrasetia, Tbk. 4.4.1. Analisis Rasio Likuiditas 4.4.4.1. Rasio Lancar (Current Ratio) Yaitu kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Dari hasil perhitungan tabel di atas (tabel 4.3), untuk tahun 2000 sampai dengan tahun 2001 mengalami penurunan karena pada tanggal 7 November 2000, perusahaan mengadakan perjanjian pinjaman revolving dengan PT Bang UFJ. Pinjaman ini berlaku selama satu tahun sampai dengan 7 November 2001 dan telah diperpanjang sampai dengan tanggal 15 April 2002. Pinjaman ini digunakan untuk membiayai modal kerja perusahaan. Pinjaman ini dikenakan bunga tahunan berkisar antara 11,85% samapai dengan 12,15% pada tahun 2001, dan sebesar 11,65% pada tahun 2000 dijamin dengan deposito berjangka milik PT Tirta Investama (TIV) pemegang saham dalam jumlah yang sama. Adapun rincian hutang jangka pendek itu terdapat dalam tabel berikut: Tabel 4.3. Rincian Pinjaman Jangka Pendek PT Aqua Golden Mississippi, Tbk (tahun 2000 & 2001) PT Bank UFJ Indonesia (dahulu PT. Bang Sanwa Indonesia) Rp 30.000.000.000 Citibank N.A. Jakarta Rp 15.000.000.000 Jumlah Rp 45.000.000.000 Sumber: Catatan atas laporan keuangan PT Aqua Golden Mississippi, Tbk tahun 2000-2001. Sedangkan untuk tahun 2002 ke tahun 2003, rasio lancarnya mengalami peningkatan. Tahun 2003 sampai dengan 2004 rasio lancarnya juga turun, yaitu hanya sebesar 442.93. Nilai itu diinterpretasikan bahwa untuk setiap satu rupiah kewajiban dijamin dengan 442.93 rupiah aktiva lancar. Aktiva lancar tahun 2004 yaitu sebesar Rp 380.570.881.927 lebih besar dibanding dengan kewajiban lancarnya yaitu sebesar Rp 421.043.644. Sedangkan untuk tahun 2003 aktiva lancarnya sebesar Rp 211.119.747.602 juga lebih besar jika dibandingkan dengan kewajiban lancarnya. Jika dilihat dari rata-rata industinya, rasio lancar PT Aqua juga lebih tinggi (lebih bagus). Adapun rincian pinjaman jangka pendek untuk tahun 2003 dan 2004 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.4. Rincian Pinjaman Jangka Pendek PT Aqua Golden Mississippi, Tbk (Tahun 2003 & 2004) Rincian hutang usaha Tahun 2003 Tahun 2004 Lancar Rp 23.410.268.612 Rp 43.847.474.786 Jatuh tempo 1 bulan-3 bulan Rp 3.862.566.433 Rp 3.573.568.858 Jumlah Rp 27.272.835.045 Rp 47.421.043.644 Sumber: Catatan atas laporan keuangan PT Aqua Golden Mississippi, Tbk tahun 2003-2004. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kinerja PT Aqua jika dilihat dari rasio likuiditasnya bagus karena perusahaan mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya. 4.4.4.2. Rasio Cepat (Quick Ratio) Rasio cepat mengukur kemampuan aktiva lancar minus persediaan untuk membayar kewajiban lancar. Penghilangan persediaan ini karena persediaan memerlukan jangka waktu yang agak lama untuk dikonversi menjadi kas. Dari hasil perhitungan diperoleh rasio cepat dari tahun 2000 ke 2001 turun sebesar 98,2%. Sedangkan untuk tahun 2002 ke tahun 2003 meningkat, tapi tahun 2003 ke tahun 2004 turun lagi sebesar 85,85%. Tahun 2004, rasio cepat yaitu sebesar 415.63. Artinya bahwa untuk setiap satu rupiah hutang dijamin dengan satu rupiah aktiva yang cepat diuangkan, sehingga rasio cepat sebesar nilai tersebut, menunjukkan aktiva yang cepat diuangkan cukup memadai untuk membayar kewajiban yang jatuh tempo dalam jangka pendek. 4.4.2. Analisis Rasio Solvabilitas 4.4.2.1. DAR (Debt to Asset Ratio) Yaitu rasio total kewajiban terhadap aset. Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Dari tahun 2000 ke tahun 2001 DAR naik, tapi tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 DAR turun. Tahun 2003 DAR menunjukan angka 0.47 yang berarti juga bahwa untuk tahun 2003 persentase aktiva yang didanai dari hutang adalah 47%. Oleh karenanya, dapat diketahui untuk DAR tahun 2003 ke tahun 2004 mengalami penurunan (meskipun tidak signifikan, hanya turun 1%). Terjadinya penurunan dalam DAR tersebut, menunjukkan bahwa kinerja perusahaan semakin meningkat dengan semakin menurunnya porsi hutang dalam pendanaan aktiva. Dengan semakin kecilnya nilai rasio DAR menunjukkan bahwa sebagian besar investasi didanai oleh modal sendiri. 4.4.2.2. DER (Debt to Equity Ratio) Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Dari hasil perhitungan (tabel 4.2) dapat diketahui nilai DER tahun 2000 ke 2001 naik, sedangkan tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 nilai DER mengalami penurunan. Tahun 2004 DER bernilai 0.87 mengalami penurunan dari tahun 2003, penurunan DER tersebut berarti porsi pemegang saham semakin besar dalam menjamin investasi kreditor sehingga sebagian besar investasi yang dilakukan oleh perusahaan didanai dari ekuitas pemegang saham. 4.4.3. Analisis Rasio Profitabilitas 4.4.3.1. NPM (Net Profit Margin) Rasio ini menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh dari perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Untuk tahun 2000 ke tahun 2001 nilai NPM mengalami penurunan, tapi pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 nilai NPM mengalami peningkatan. Jika dibandingkan dengan rata-rata industri terlihat bahwa nilai rasio tahun 2004 lebih rendah jika dibandingakan dengan rasio NPM PT Aqua. Untuk Tahun 2004, nilai NPM sebesar 6.87 meningkat jika dibandingkan tahun 2003. Nilai NPM tahun 2004 sebesar 6.87 berarti untuk setiap seratus rupiah penjualan perusahaan mendapat keuntungan bersih sebesar 6.87 rupiah. Hal ini juga mengindikasikan bahwa profitabilitas perusahaan bagus karena penjualan yang semakin meningkat yang mengakibatkan laba perusahaan juga meningkat. 4.4.3.2. ROA (Return on Asset) Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap rupiah aset yang digunakan. Dengan mengetahui rasio ini, kita bisa menilai apakah perusahaan sudah efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional. Untuk menilai kinerja, rasio ROA akan dibandingkan dengan rata-rata suku bunga simpanan atau tingkat kembalian pada industri yang sama. Untuk tahun 2000 ke tahun 2001, nilai ROA mengalami penurunan. Tapi untuk tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 nilai ROA naik. Untuk tahun 2004 nilai ROA sebesar 19.89 lebih tinggi dari nilai ROA tahun 2003. Nilai ROA 19.89 artinya untuk setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar 19.89 rupiah. Maka dapat disimpulkan bahwa PT Aqua mampu menghasilkan keuntungan dari setiap aset yang digunakan dan sudah efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional, hal itu ditunjukkan dengan peningkatan nilai ROA tiap tahunnya serta tingginya nilai ROA dibandingkan nilai rata-rata industrinya, terutama untuk tahun 2004 rata-rata industri ROA malah mengalami kerugian. 4.4.3.3. ROE (Return on Equity) Rasio ini berguna untuk mengetahui besarnya imbalan yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. Tahun 2000 sampai dengan tahun 2004, ROE mengalami mengalami penurunan. Untuk tahun 2004, nilai ROE yaitu sebesar 37.65 yang berarti untuk setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan memberikan kembalian sebesar 37.65 rupiah. Dengan membandingkan suku bunga simpanan saat ini yang sebesar 8% atau 0.08 bisa disimpulkan bahwa perusahaan memberikan tingkat kembalian yang lebih tinggi kepada pemegang saham dibandingkan dengan investasi pada deposito dan tabungan. 4.4.4. Analisis Rasio Aktivitas 4.4.4.1. ITO (Inventory Turn Over) Rasio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan, dalam arti berapa kali persediaan yang akan diubah menjadi penjualan. Untuk tahun 2000 sampai dengan tahun 2003, nilai ITO PT Aqua menunjukkan peningkatan yang tajam. ITO tahun 2000 sebesar 50.59 meningkat tajam menjadi 124.09 di tahun 2003. ITO tahun 2004, menunjukkan nilai sebesar 50.79 yang berarti dalam satu tahun persediaan diubah menjadi penjualan sebanyak 50.79 kali. Dari hasil perhitungan terlihat bahwa dalam satu tahun persediaan diubah menjadi penjualan sebanyak 50 kali. Penjualan 50 kali dalam setahun itu menunjukkan rasio yang tinggi. Semakin tinggi rasio maka semakin cepat persediaan diubah menjadi penjualan, dan jika penjualan tinggi maka profitabilitas perusahaan akan semakin meningkat. 4.4.4.2. TATO (Total Asset Turn Over) Rasio ini menggambarkan penggunaan aktiva yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan penjualan. Dengan melihat rasio ini, kita bisa mengetahui efektivitas penggunaan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Dari hasil perhitungan yang diperoleh, untuk tahun 2000 sampai dengan 2003 nilai TATO semakin meningkat. Nilai TATO sebesar 1.61 di tahun 2000 menjadi 2.06 di tahun 2003. Pada tahun 2004 TATO sebesar 1.99 yang artinya untuk setiap satu rupiah aktiva, perusahaan menghasilkan 1.99 rupiah penjualan. Dari angka tersebut bisa disimpulkan bahwa manajemen PT Aqua cukup efektif dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan, karena TATO bagi perusahaan yang produktif harus di atas 1. 4.4.5. Analisis Nilai Pasar (Market Value) Dalam hal ini, analisis nilai pasar digambarkan dengan EPS, PER dan PBV. Karena profitabilitas PT Aqua sangat tinggi, maka sahamnya disukai oleh investor. Dibandingkan dengan saham-saham Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) lainnya, saham PT Aqua tergolong mahal karena nilai PER dan PBV serta EPS yang juga tinggi, sehingga investor yakin PT Aqua adalah perusahaan yang memiliki kinerja dan prospek yang baik. Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003, nilai PER menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan, mulai dari 4.79 di tahun 2000 menjadi 10.14 di tahun 2003. Sedangkan untuk tahun 2004, PER PT Aqua sebesar 6.89 mengalami penurunan dari tahun 2003. Tingginya volume penjualan dan laba yang diraih PT Aqua pada tahun 2004 direspon positif oleh pasar. Nilai PER dan PBV saham PT Aqua mencapai 6.89 kali dan 1.78 kali. Selama tahun 2000 sampai dengan tahun 2002, nilai EPS PT Aqua mengalami peningkatan, tapi untuk tahun 2002 ke 2003 nilai EPS turun dan untuk berikutnya meningat menjadi Rp 2.922. Untuk tahun 2000, nilai EPS sebesar Rp 2.922 meningkat menjadi Rp 5.022 di tahun 2002. EPS sebesar Rp 2.922 berarti untuk setiap satu lembar saham, laba yang diperoleh adalah Rp 2.922 rupiah. Untuk tahun 2003 ke 2004 nilai EPSnya meningkat, dari Rp 4.715 naik menjadi Rp 6.962; hal itu disebabkan adanya peningkatan profitabilitas perusahaan. Dengan laba per lembar saham yang begitu tinggi tersebut, maka tidaklah mengherankan jika memasuki tahun 2005 harga saham PT Aqua naik. Hal ini mengindikasikan bahwa investor meyakini bahwa prospek PT Aqua untuk tahun 2005 akan semakin baik. 4.5. Ringkasan peristiwa Voluntary Delisting yang dilakukan oleh PT Aqua Golden Mississippi, Tbk. PT. Aqua Golden Mississippi Tbk, sebagai perusahaan pelopor air minum mineral (AMDK) pertama kali di Indonesia yang juga sebagai perusahaan go public pada tanggal 1 Maret 1980 mempunyai prospek besar untuk memasuki persaingan pasar bebas. Akhir tahun 1998, PT Aqua diakuisisi oleh French Danone. Pada awalnya, Danone menguasai kepemilikan sahamnya 33,50% dan pada tahun 2001 saham Danone sudah mencapai 75,30% dari keseluruhan saham PT Tirta Investama sedangkan sisanya yaitu 24,70% merupakan saham milik publik (Indonesian Capital Market Directory, 2001). Kinerja keuangan PT Aqua semakin meningkat akibat adanya ekspansi usaha yaitu akuisisi saham dengan French Danone. Selama tahun 2001, jumlah investasi yang dibelanjakan Perseroan mencapai Rp 146.7 milyar, meningkat dibandingkan dengan Rp 133 milyar pada tahun 2000. Akibatnya, kinerja keuangan yang memburuk selama tahun 1997 sampai tahun 2000, berangsur-angsur membaik dan malah meningkat karena modal perusahaan dapat diperoleh dari akumulasi laba yang cukup besar tiap tahunnya. Sehingga pihak manajemen PT Aqua yakin tidak akan kesulitan meningkatkan jumlah ekuitas saham mereka dengan cara penawaran saham kembali (right issue), dan kegiatan operasional perusahaan pun dapat berjalan lancar (www.medanbisnis.com, diakses 5 Desember 2005). Dengan adanya peningkatan laba yang cukup besar tiap tahunnya, maka pihak manajemen PT Aqua ingin melakukan delisting dari BEJ dan BES. Permintaan delisting harus itu melalui beberapa tahap, seperti meminta persetujuan dewan direksi, mengadakan rapat umum pemegang saham (RUPS) dan lain-lain. RUPSLB pertama kali pada tahun 2001 untuk mengusulkan voluntary delisting (mencabut sahamnya secara sukarela dari BEJ) dan kemudian berubah menjadi perusahaan tertutup, namun upaya tersebut gagal. Begitu juga di tahun 2005 ini, RUPSLB juga mengalami kegagalan. Kegagalan itu dikarenakan, peraturan dari Pasar Modal untuk delisting adalah melalui RUPSLB yang harus dihadiri minimal 75% pemegang saham publik yang hadir dalam rapat. Namun, pada kenyataannya, dalam RUPSLB PT Aqua, baik yang pertama maupun yang kedua, pemegang saham publik yang hadir selalu kurang dari 75%, sehingga tidak memenuhi persyaratan kuorum yang telah ditetapkan oleh pihak pasar (www.tempointeraktif.com, diakses 3 Desember 2005). Dalam RUPSLB pertama di tahun 2001, pemegang saham publik yang hadir hanya mencapai 39,27 % atau mewakili 319.814 saham dan pada RUPSLB yang dilakukan 14 November 2005, yang hadir hanya mewakili 429.527 pemegang saham atau setara 52,74%. Sedangkan pada RUPSLB pada 2 Desember 2005, jumlah pemegang saham publik yang hadir lebih kecil hanya sebesar 39,27% atau sekitar 319.814 saham (www. tempointeraktif.com, diakses 6 November 2005). Menurut Direktur utama PT Aqua, Willy Sidharta, jika usaha PT Aqua untuk delisting belum mencapai kuorum, maka diputuskan untuk tetap menjadi perusahaan publik dalam 4 sampai 5 tahun berikutnya. Sesuai peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) perusahaan masih bisa mengundang RUPSLB kepada pemegang saham sampai tiga kali kalau tidak memenuhi kuorum. Jika sampai tiga kali RUPSLB gagal dilaksanakan, perseroan bisa meminta persetujuan ke BAPEPAM (www.detikInet.com, diakses 13 Desember 2005). Untuk itu, manajemen PT Aqua akan berkonsultasi ke BAPEPAM agar angka kuorum rapat pemegang saham independen adalah 75% sehingga keputusan memiliki kekuatan hukum untuk dijalankan. Sementara itu, BAPEPAM dapat mempertimbangkan menurunkan jumlah kuorum pemegang saham dalam RUPSLB suatu emiten untuk mendapatkan persetujuan rencana go private. Namun, BAPEPAM akan melihat lebih dulu upaya emiten dalam mengundang pemegang saham. Pihak BAPEPAM bisa menurunkan persyaratan kuorum untuk RUPLSB Aqua, kalau upayanya sudah dianggap maksimal mencapai kuorum. Selain itu, BAPEPAM juga harus melihat berapa persen penurunan persyaratan kuorum Aqua. Menurut pengalaman yang sudah ada, penurunanya bisa mencapai 30%, 40% atau 50% (www.suarakarya_online_-.com, diakses 5 Februari 2006) Tabel 4.5. Ringkasan Peristiwa Voluntary Delisting PT Aqua Golden Mississippi,Tbk dalam RUPSLB Tanggal Permintaan Voluntary Delisting Jumlah Pemegang Saham Publik yang Hadir dalam RUPSLB 2 Desember 2001 Pemegang saham publik yang hadir hanya mencapai 39,27 % atau mewakili 319.814 saham 14 November 2005 Pemegang saham publik yang hadir hanya mewakili 429.527 pemegang saham atau setara 52,74%. 2 Desember 2005 Jumlah pemegang saham publik yang hadir lebih kecil hanya sebesar 39,27% atau sekitar 319.814 saham Sumber: www.suaramerdeka. com (diakses 7 April 2006). 4.6. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mensukseskan voluntary delisting dan menuju ke perusahaan Go Privat. PT Aqua Golden Mississippi,Tbk menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPLSB) untuk meminta persetujuan go privat keluar dari bursa saham. Ini adalah kali kedua perusahaan air minum tersebut meminta persetujuan pemegang saham, setelah pada tahun 2001 rencana go privat ditolak pemegang saham karena penawaran harganya dinilai terlalu rendah Rp 35.000 per saham (www.kompas.com, diakses 7 Desember 2005). Pada tahun 2005, PT Aqua Golden Mississippi,Tbk menggelar kembali Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPLSB) pada (14/11), dan kedua (2/2) berkaitan dengan rencana go privat PT Aqua Golden Mississippi Tbk, manajemen menggelar RUPLSLB yang ketiga pada hari Selasa, 20 Desember 2005 di Jakarta, namun juga mengalami kegagalan karena pemegang saham publik yang hadir tidak memenuhi jumlah kuorum yang ditentukan oleh peraturan pasar modal (www.pikiran_rakyat.com,diakses 20 Desember 2005). Untuk mempercepat rencana voluntary delisting, PT Aqua memberi win-win solutions dengan cara melakukan “tender offer” yaitu memberi penawaran kepada pemegang saham dengan penawaran buy back Rp 100.000 per saham. Harga ini lebih tinggi 69,5% dari harga tertinggi saham Aqua yang pernah dicapai Rp 59.000 per saham. Serta tertinggi 90,5% dari harga perdagangan terakhir Rp 52.500 per saham dan harga saat IPO (Initial Public Offering) sebesar Rp 7.500 per saham (www. detikInet.com, diakses 14 November 2005). Jika melihat perbandingan tertinggi dan terakhir, atau harga saat IPO, memang penawaran Rp 100.000 per saham dari PT Aqua menggiurkan, maka investor akan mendapatkan keuntungan yang lumayan, sehingga dimungkinkan investor akan menyetujui. Selain itu, pihak manajemen Aqua juga mengusulkan pada BAPEPAM untuk menurunkan jumlah kuorum RUPSLB, karena berdasarkan pengalaman-pengalaman yang terjadi, rencana go privat Aqua selalu mengalami kegagaln karena tidak mencapai kuorum (kurang dari 75% pemegang saham publik yang hadir dalam RUPSLB). Menanggapi usulan Aqua tersebut, maka pihak BAPEPAM akan mempertimbangkan menurunkan angka kuorum dan selanjutnya, pihak BAPEPAM juga akan menimbang sejauh mana usaha Aqua menghadirkan pemegang saham independen. Kalau usaha untuk menghadirkan pemegang saham independen dinilai sudah cukup maka pihak Bapepem sendiri akan menurunkan persentase kuorumnya (www.investorindonesia.com, diakses 13 Maret 2006). 4.7. Analisis Nilai Wajar Saham PT Aqua Golden Mississippi, Tbk. Meskipun ditolak pemegang saham independen, PT Aqua bersikukuh tidak mau menaikkan harga penawaran dalam rangka go privat RP 100 ribu per saham, karena PT Aqua menganggap Rp 100 ribu merupakan harga yang baik, kerena lebih tinggi dari harga pasar. Persetujuan go privat Aqua dalam RUPSLB batal dilaksanakan, hal itu terkait dengan penolakan harga saham Rp 100 ribu tersebut, dari beberapa tolak ukur, harga penawaran ini memberi premium yang tinggi, Karena harga tersebut 50 persen lebih tinggi dari harga penilaian independen sebesar Rp 66.681 per saham dan 90,5% lebih tinggi dari dari harga perdagangan terakhir sebesar Rp 52.500 per saham, namun pemegang saham menolak harga Rp 100 per saham tersebut, mereka meminta harga Rp 1 juta per saham dengan alasan melihat kemampuan financial Danone sebagai pemegang saham terbesar PT Aqua (www.wartaekonomi.com,diakses 25 November 2005). Menanggapi hal itu, pihak BAPEPAM harus berani tindak manajemen Aqua, karena dianggap tidak adil perlakukan investor publik, selain itu BAPEPEM juga harus mengedepankan kelangsungan industri pasar modal dalam jangka panjang. Oleh karena pihak BAPEPAM menyarankan kepada pihak menajemen Aqua sebaiknya memberikan penawaran yang lebih tinggi karena harga Rp 100 ribu belum harga yang realistis. Sebaiknya harga penawaran itu adalah sebesar Rp 250.000 sampai Rp 300.000 per lembar, sehingga akan menguntungkan kedua belah pihak (www.kompas.com, diakses 25 November 2005). BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada dasarnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mendorong PT. Aqua Golden Mississppi Tbk dalam melakukan voluntary delisting dan kemudisn merubag perusahaan menjadi perusahaan privat. Rencana voluntary delisting tersebut berkaitan dengan beberapa faktor. Faktor pertama, adalah berkaitan dengan jumlah pemegang saham. Pada akhir tahun 2005, jumlah pemegang saham PT Aqua terdiri dari PT Tirta Investama sebesar 90,99% dan saham publik sebesar 9,01%. Saham publik yang kecil itu hanya dimiliki sekitar 350 orang, sehingga dikhawatirkan saham yang kecil tersebut (9,01%) akan menjadi saham pasif atau saham ”tidur” artinya saham yang sulit trading di lantai bursa sehingga tidak menguntungkan. Faktor kedua, berkaitan dengan persentase kepemilikan saham. Pemegang saham mayoritas PT Aqua adalah PT Tirta Investama, dimana French Danone menguasai 60% saham PT Tirta Investama. Itu berarti, French Danone mempunyai hak untuk mengatur kebijakan perusahaan. Oleh karena itu, French Danone menerapkan kebijakan ”hidden strategy” yaitu kebijakan yang sifatnya rahasia (tertutup) bagi publik, misalnya tidak adanya tuntutan pertanggungjawaban publik kepada pemegang saham, calon pemegang saham, pemerintah dan masyarkat luas (public accountability). Hal ini bisa dilihat dari ketaatan perusahaan yang bersangkutan untuk mengikuti semua peraturan pasar modal yang berlaku dan memenuhi komitmennya terhadap janji-janji dalam prospektus. Sehingga, perusahaan mudah dalam mengkonsolidasikan perusahaannya, karena pemegang saham setelah go privat (tertutup) hanya terdiri dari dua saja yaitu PT. Tirta Investama dan Danone Asia Inc. Faktor ketiga, adalah berkaitan dengan kinerja perusahaan. Dilihat dari analisis rasio keuangan, diperoleh bahwa kinerja PT Aqua yang bagus, karena nilai likuiditas perusahaan rendah, hal itu berarti perusahaan mampu membayar kewajibannya dalam jangka pendek. Selain itu, nilai profitabilitas (laba) yang diperoleh setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan, sehingga memberi dampak positif misalnya meningkatkan aliran kas dan meningkatkan jumlah laba ditahan, sehingga modal PT. Aqua semakin besar, sehingga PT Aqua tidak memerlukan tambahan modal dari publik karena tambahan modal tersebut dapat diperoleh dari akumulasi laba setiap tahunnya. Dan faktor terakhir yaitu berkaitan dengan biaya, artinya perusahaan dapat menghemat biaya yang harus dibayar atau ditanggung, seperti biaya listing, transaksi, pelaporan, legal, dan biaya-biaya yang terkait lainnya. Penghematan tersebut cukup berpengaruh apabila dialokasikan pada bidang atau kegiatan lainnya yang lebih produktif guna peningkatan kinerja keuangan 5.2. Keterbatasan Penelitian 1. Seluruh data atau informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah hanya berupa data sekunder yang dipublikasikan. 2. Penulis hanya menganalisis faktor-faktor pendorong PT Aqua melakukan delisting dengan pendekatan kualitatif sedangkan untuk mengukur kinerjanya hanya dengan menggunakan analisis rasio keuangan. 3. Karena menggunakan pendekatan kualitatif, maka di dalam hasil penelitian ini terdapat faktor subyektif peneliti. Saran Untuk meningkatkan penelitian berikutnya, penulis menyarankan hal-hal berikut ini: 1. Bagi peneliti berikutnya yang juga berminat untuk melakukan penelitian pada PT Aqua, sebaliknya menganalisis bagaimana kinerja perusahaan setelah PT Aqua berhasil melakukan delisting dan menjadi perusahaan privat, apakah kinerja perusahaan semakin meningkat atau menurun. 2. Peneliti berikutnya dapat menggunakan pendekatan kuantitatif (statistik) dalam mengukur kinerja keuangan setelah PT Aqua berhasil melakukan delisting dan menjadi perusahaan privat.

makalah pasar modal "perdagangan derivatif"

PERDAGANGAN DERIVATIF: Menguntungkan atau merugikan? By: Novi darmayanti Latar Belakang Pengertian Derivatif (derivatives) secara umum adalah sebuah instrumen keuangan (financial instrument) yang nilainya diturunkan atau didasarkan pada nilai dari aktiva, instrument, atau komoditas yang lain. Definisi ini bisa didapat di berbagai situs di internet maupun buku-buku teks. Secara ringkas, bisa dikatakan bahwa derivative hanya ada kalau aktiva, instrumen, atau komoditas lain sebagai instrumen utamanya ada. Contoh dari derivatif adalah opsi right. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan contoh sebagai berikut: ada seorang pengusaha impor kopi yang bisa membeli opsi right dengan harga tertentu untuk membeli kopi dari Brasil dengan kurs yang sudah ditetapkan sebelumnya, misal Rp9.500/USD, yang akan dibayarkan 6 bulan kemudian. Opsi ini bisa dieksekusi atau tidak tergantung dari situasi yang dihadapi pengusaha tersebut 6 bulan kemudian. Kalau kurs pada waktu 6 bulan kemudian ternyata Rp8.500/USD, maka akan lebih menguntungkan bagi pengusaha tersebut untuk tidak mengeksekusi opsi right-nya karena kurs pasar lebih murah. Namun, pengusaha tersebut menderita kerugian karena telah mengeluarkan uang untuk membeli opsi right 6 bulan sebelumnya. Sedangkan apabila sebaliknya yang terjadi, misal kurs 6 bulan kemudian adalah 1 USD=Rp 10.500, maka pengusaha tersebut bisa mengeksekusi opsi right yang dimilikinya karena kurs opsi lebih murah. Selain pengertian derivative, ada satu istilah yang berkaitan erat dengan derivative yaitu “manajemen risiko”. Manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai proses keseluruhan untuk mengidentifikasi, mengendalikan, dan meminimalkan pengaruh dari ketidakpastian suatu kejadian. Tujuan dari manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang dihadapi oleh suatu perusahaan dan untuk meminimalkan kerugian Keuangan (financial losses) yang mungkin timbul akibat suatu transaksi bisnis. Jika dikaitkan dengan contoh di atas, maka bisa dikatakan bahwa pengusaha tersebut berusaha meminimalkan kerugian akibat fluktuasi kurs dengan membeli opsi right. Kerugian maksimal yang mungkin ditanggung oleh pengusaha tersebut adalah sejumlah harga opsi right-nya yaitu dalam situasi kurs Rupiah menguat. Banyak perusahaan, khususnya di dunia perbankan, yang bangkrut atau mengalami kesulitan Keuangan akibat melakukan transaksi dengan menggunakan instrument derivative. Kasus yang paling terkenal mungkin adalah bangkrutnya bank dagang tertua di Inggris, Barings, pada tahun 1995. Bank Barings dinyatakan bangkrut setelah ekuitasnya gagal menutupi kerugian sejumlah USD 1 milyar akibat perdagangan derivative yang dilakukan oleh salah seorang pegawainya, Nick Leeson. Kasus lainnya adalah krisis Keuangan yang dialami oleh National Australian Bank (NAB) pada Januari 2004 yang juga diakibatkan oleh transaksi derivative yang tidak bijak. Menurut sebuah laporan independent dari PriceWaterhouseCoopers (PwC) tentang kasus tersebut, kerugian yang diderita oleh NAB akibat transaksi derivative antara September 2003 sampai Januari 2004 mencapai USD 360 juta. Berdasarkan hal tersebut di atas, timbul beberapa pertanyaan yang mungkin mengusik para pemain di pasar uang mengenai perdagangan derivative: 1. Apakah perdagangan derivative menguntungkan atau merugikan bagi perusahaan? 2. Masih bermanfaatkah penggunaan derivative oleh perusahaan sebagai bagian dari manajemen risiko? Solusi Para pakar Keuangan terpecah menjadi dua dalam hal perdagangan derivative. Beberapa mengatakan bahwa perdagangan derivative berguna dan menguntungkan pemegang saham, namun ada pula yang masih mempertanyakan manfaat dari perdagangan derivative. Walmsley (1998) percaya bahwa paling tidak ada empat kegunaan derivative yaitu: pengalihan risiko (risk tansfer), peningkatan likuiditas (liquidity improvement), penciptaan kredit (credit creation), dan penciptaan ekuitas (equity creation). Dengan menggunakan derivative maka investor atau pengusaha dapat mengalihkan risiko keuangannya karena mereka telah melindungi diri dari ketidakpastian (hedging the risk). Karena derivative dapat dengan mudah diperdagangkan di pasar uang, maka derivative dipercaya sebagai instrument yang likuid (mudah cair) karena investor atau pengusaha dapat meng-uang-kan derivative di pasar uang dengan relative cepat di kala mereka membutuhkan uang. Derivatif juga dapat menciptakan kredit dan ekuitas karena instrument derivative memperluas sumber kredit dan ekuitas dengan menciptakan jenis kredit dan ekuitas yang baru. Walmsley menegaskan bahwa manfaat penciptaan kredit dan ekuitas ini timbul karena investor dan pengusaha memiliki lebih banyak instrument Keuangan yang bisa dipilih. Meskipun Walmsley mengakui bahwa ada juga kelemahan dari derivative, seperti bisa menimbulkan ketidakstabilan, tapi Walmsley berkesimpulan: “On balance, however, the innovations that have been made are almost certainly beneficial for the system as a whole” yang terjemahannya kurang lebih adalah bahwa secara umum derivative yang ada sebagai inovasi instrument Keuangan dapat dipastikan akan menguntungkan untuk sistem (keuangan) secara keseluruhan. Karimova (2002) juga sependapat dengan Walmsley tentang manfaat derivative. Menurutnya tujuan utama dari derivative adalah untuk melindungi perusahaan dalam melakukan transaksi bisnis. Tujuan yang diungkapkan oleh Karimova ini dikenal dengan istilah pemagaran (hedging). Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa perusahaan yang menggunakan hedging dalam melakukan transaksi bisnisnya akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan atau berhenti menggunakan hedging. Di sisi lain, Stout (1996) masih meragukan manfaat perdagangan derivative. Menurutnya perdagangan spekulatif derivative bisa sangat merusak bagi investor dan pemegang saham karena dapat mengikis laba perusahaan dengan cepat. Stout menjelaskan bahwa: “disagreement-based trading in derivatives, like gambling, is a negative-sum game that erodes the wealth and increases the risks of the average player who indulges in it” yang terjemahan bebasnya adalah bahwa ketidaksetujuan atas perdagangan derivative, seperti halnya atas perjudian, adalah adanya negative-sum game (yaitu suatu permainan dimana tidak ada satu pihak pun yang menang) yang akan mengikis kekayaan perusahaan sekaligus meningkatkan risiko keuangan bagi pemain yang terlibat di dalamnya. Stout juga berpendapat bahwa perdagangan spekulatif derivative adalah lebih berbahaya daripada perjudian karena para pemainnya menempatkan jumlah uang yang besar untuk dipertaruhkan dimana uang tersebut adalah bukan milik para pemain melainkan milik pihak ketiga seperti dana pension, pemegang deposito, dan pemegang saham. Dalam situasi ekonomi seperti ini, para pelaku di pasar derivative dihadapkan pada tingginya tingkat ketidakpastian yang dapat membawa kehancuran pada karir mereka dan perusahaan. Oleh karenanya, Stout tetap meragukan apakah pasar derivative yang berkembang dengan pesat ini adalah pasar asuransi ataukah perjudian. Evaluasi Solusi Dengan mendasarkan pada argumentasi antara yang pro dan kontra terhadap perdagangan derivative, bisa ditarik kesimpulan bahwa saat ini paling tidak ada dua tujuan utama dari perdagangan derivative yaitu perlindungan (hedging) dan spekulasi. Penulis percaya bahwa pada awalnya derivative timbul dengan tujuan untuk melindungi perusahaan dari ketidakpastian atau fluktuasi ekonomi akibat dilakukannya transaksi bisnis. Dengan kata lain, tujuan utama derivative pada awalnya adalah untuk hedging. Hal ini berarti perusahaan dapat mengurangi risiko dari transaksi bisnis dengan mematok hal-hal tertentu (benchmark) seperti kurs sehingga jika suatu saat nanti terjadi fluktuasi yang tajam atas benchmark (misalnya kurs) kondisi Keuangan perusahaan akan tetap stabil karena telah dipatok sebelumnya. Oleh karenanya perusahaan dapat memfokuskan sumber dayanya untuk aktivitas lain yang lebih berguna daripada sekadar berkonsentrasi mengawasi fluktuasi benchmark. Krisis ekonomi di dunia, khususnya di Indonesia, tahun 1997 memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi para pelaku ekonomi tentang kebijakan hedging. Di saat kurs rupiah terhadap USD terjun bebas dari sekitar 1 USD=Rp2.500 ke 1 USD=Rp 11.000 – Rp15.000, banyak perusahaan di Indonesia yang memiliki hutang luar negeri dalam bentuk USD mengalami krisis keuangan karena nilai hutangnya melonjak hingga 6 kali lipat sehingga jumlah bunga yang harus dibayar membengkak. Sementara itu, perusahaan yang melakukan hedging atas kurs hutang luar negerinya selamat karena mereka tidak perlu membayar bunga hutang dengan kurs pasar saat itu melainkan cukup membayar bunga sesuai dengan kurs yang telah disepakati pada saat transaksi hedging sebelum terjadinya krisis. Di sisi lain dapat dilihat bahwa saat ini tidak sedikit pemain di pasar uang yang melakukan perdagangan derivative dengan tujuan untuk mencari keuntungan yang luar biasa besar dalam jangka waktu yang pendek (spekulasi). Perusahaan yang melakukan spekulasi di perdagangan derivative bisa saja meraih keuntungan yang luar biasa besar dalam waktu yang singkat, seperti halnya yang terjadi pada Bank Barings sebelum bangkrut. Namun, perusahaan juga bisa mengalami kerugian yang sangat besar dalam waktu yang singkat akibat berspekulasi di pasar derivative. Dengan kata lain, uang yang berasal dari perdagangan derivative adalah “easy come, easy go” sama halnya seperti dalam perjudian. Selain itu, seringkali perusahaan tidak mengungkapkan hal ini kepada pemegang saham karena pada saat perusahaan menangguk keuntungan yang besar dari perdagangan spekulatif derivative biasanya pemegang saham tidak menanyakan atau tidak perduli dari mana datangnya keuntungan besar tersebut. Pemegang saham biasanya baru menyadari adanya perdagangan spekulatif derivative yang berisiko besar jika perusahaannya menanggung rugi akibat perdagangan derivative tersebut. Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perdagangan derivative untuk tujuan perlindungan (hedging) sebaiknya diterapkan oleh perusahaan sebagai strategi manajemen risiko dalam situasi ekonomi yang diliputi ketidakpastian sehingga dapat terhindar dari kerugian keuangan akibat fluktuasi ekonomi yang terjadi. Meskipun ada biaya yang harus dibayar oleh perusahaan untuk melakukan hedging, namun adanya kepastian yang ditimbulkan oleh hedging akan membuat perusahaan bisa beroperasi dengan lebih efektif. Sebaliknya, perdagangan spekulatif derivative dalam situasi ekonomi yang tidak pasti bukanlah langkah yang bijak bagi perusahaan karena risiko yang dihadapi cukup besar. Manajemen perusahaan juga harus menyadari bahwa uang yang digunakan untuk berspekulasi di pasar derivatif bukanlah uang mereka melainkan uang milik pemegang saham. Dalam situasi ekonomi yang stabil, strategi hedging tetap bisa diterapkan oleh perusahaan untuk berjaga-jaga seandainya terjadi ketidakstabilan moneter di luar perkiraan para ekonom dan pelaku pasar uang. Jika perusahaan merasa bahwa situasi ekonomi cukup aman untuk melakukan perdagangan spekulatif derivative maka kebijakan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan tetap harus memperhitungkan risiko terburuk sehingga bila terjadi kerugian tidak akan mengganggu kestabilan keuangan perusahaan. Untuk itu, jumlah uang yang akan “dimainkan” di pasar derivative dengan tujuan spekulasi harus dijaga seminimal mungkin. Sebagai penutup akan penulis kutipkan pendapat, atau tepatnya ramalan, Walmsley (1998) mengenai timbulnya berbagai jenis instrument keuangan yang baru: “There will be financial disaster in the future because of the unwise use of financial innovations” yang terjemahannya kurang lebih: “Akan terjadi bencana keuangan di masa depan yang diakibatkan oleh penggunaan instrument keuangan yang tidak bijak”.

jurnal akuntansi syariah

PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI SYARI’AH: Suatu Alternatif Menjaga Akuntabilitas Laporan Keuangan Novi Darmayanti Universitas Islam Darul Ulum (UNISDA) Lamongan ABSTRACT Accounting of Syari'ah is new discourse in the field of accountancy, this discourse newly emerge when popping out economic institutes of syari'ah which start begin. Seeking of accountancy form which in line with values of syari'ah have been conducted by some researcher and ilmuan, although result him not yet earned to be told to gratify but at least a[n the seeking have got result of in the form of formulas of normatif about how ought to a accountancy financial statement of syari'ah presented coherent characteristic of accountancy of syari'ah to rely on and ethics of spiritualitas, so that can awake its integrity in creating sense of justice for all consumer of its report, this matter of course become very attractive if/when attributed to financial statement phenomenon in this time which progressively kehi-langan trust of [his/its] consumer, of course accounting principles of syari'ah expected can become solution take care of financial statement accountabilities. -------------------------------------------------------------------------------------------------------- Keyword: accountancy of syari'ah, accounting principles of syari'ah, and ethics of spiritualitas, akuntabilitas, financial statement PENDAHULUAN Kewajiban melaksanakan pembukuan (akuntansi) yang tertuang dalam salah satu pernyataan Allah (QS, 2:282), menunjukkan betapa pentingnya akun-tansi bagi masyarakat Muslim, walapun ada yang berpendapat kewajiban tersebut lebih ditekankan dalam rangka menunaikan kewajiban zakat / membersihkan diri dari harta yang tidak halal (QS, 87:14)]. Fenomena akuntansi syari’ah diharapkan dapat mewakili kebutuhan akan laporan keuangan yang benar-benar jujur, adil, dan dapat dipercaya kerena laporan keuangan akuntansi syari’ah berbasiskan pada syari’ah, dan syari’ah sendiri memiliki tujuan mulia yakni “menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia”. Dengan demikian, tepat kiranya bila prinsip-prinsip akuntansi syari’ah dapat dijadikan solusi alternatif dalam menjaga akuntantabilitas laporan keuangan. Akuntansi syari’ah memasuki wilayah akuntansi dan penekanan pada nilai-nilai moral dan spiritual, bermodalkan pada dua hal tersebut diharapkan akuntansi syari’ah mampu menjawab kebutuhan pemakai laporan keuangan yang menuntut akuntabilitas laporan keuangan tetap terjaga. Harahap (2001:212) mengemukakan beberapa syarat sebagai dasar-dasar akuntansi syari’ah, sebagai berikut: 1) benar (truth) dan sah (valid), 2) adil (justice), yang berarti menempatkan sesuatu sesuai dengan peruntukannya, diterapkan terhadap semua situasi dan tidak bias, harus dapat memenuhi kebutuhan minimum yang harus dimiliki oleh seseorang, 3) kebaikan (benevolence/ihsan), harus dapat melakukan hal-hal yang lebih baik dari standar dan kebiasaan. Sebenarnya prinsip-prinsip akuntansi konvensional telah mema-sukkan aspek-aspek seperti yang diutarakan di atas hanya saja prinsip conservatism yang selalu membela kepentingan pemilik modal menjadi tidak sejalan dengan prinsip-prinsip akuntansi syari’ah (Adnan, 1997 dalam Harahap, 2001:213). Muhammad (2002:114-115) merumuskan prinsip-prinsip akuntansi syari’ah dengan membagi dua bagian: 1) berdasarkan pengukuran dan penyingkapan, dan 2) berdasarkan pemegang kuasa dan pelaksana. Prinsip akuntansi syari’ah berdasarkan pengukuran dan penyingkapannya terdiri dari, 1) Zakat: penilaian bagian-bagian yang dizakati diukur secara tepat, dibayarkan kepada mustahik sesuai yang dikehendaki oleh Al-Qur’an (delapan asnaf) atau zakat dapat pula disalurkan melalui lembaga zakat yang resmi. 2) Bebas bunga: Entitas harus menghindari adanya bunga dalam pembebanan-pembebanan dari transaksi yang dilakukan, menghindari hal ini akan lebih tepat bila entitas berbentuk bagi hasil atau bentuk lain yang sifatnya tidak memakai instrumen bunga. 3) Halal: menghindari bentuk bisnis yang berhubungan dengan hal-hal yang diharamkan oleh syari’ah, seperti perjudian, alkohol, prostitusi, atau produk yang haram lainnya. Menghindari transaksi yang bersifat spekulatif, seperti bai’ al-gharar; munabadh dan najash. Syahatah (2001:73-92) kaidah akuntansi yang terpenting berdasarkan hasil istimbath dari sumber-sumber hukum Islam (syari’ah), adalah sebagai berikut: (1) Independensi jaminan keuangan. Perusahaan hendaklah mempunyai sifat yang jelas dan terpisah dari pemilik perusahaan; (2) Kesinambungan aktivitas. Kaidah ini memandang bahwa aktivitas suatu per-usahaan itu mesti berkesinambungan (terus beraktivitas); (3) Hauliyah (pentahunan/penetapan periode). Sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an (9:36) “sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan ...” jadi periode akuntansi syari’ah lebih tepat memakai putaran tahun, karena hal tersebut juga berhubungan dengan nisab zakat yang menggunakan bilangan tahun; (4) Pembukuan langsung dan lengkap secara detail. Kaidah ini menghendaki pembukuan secara rinci dalam mencatat transaksi, dimuali dari tanggal, bulan, tahun, dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan, hal ini disarkan perintah dalam Al-Qur’an (2:282) “uktubuhu” perintah mencatat kemudian “ila ajalin musamma” menunjukkan suatu tanggal kejadian tertentu; (5) Pembukuan disertai dengan penjelasan atau penyaksian obyek. Kaidah ini menghendaki pembukuan semua aktivitas ekonomi keangan berdasarkan dokumen-dokumen yang mencakup segia bentuk dan isi secara keseluruhan. Dalam fikih Islam, bentuk ini disesbut pencatatan dengan kesaksian; (6) Pertambahan laba dalam produksi, serta keberadaannya dalam perdagangan. Dalam fikih islam, laba dianggap sebagai perkembangan pada harta pokok yang terjadi dalam masa haul (periode akuntansi), baik setelah harta itu diubah dari barang menjadi uang meupun belum berubah. Kaidah inilah yang dipakai dalam menghitung zakat mal; (7) Penilaian uang berdasarkan emas dan perak. Al-Qur’an telah mengisyaratkan bahwa emas dan perak adalah sebagai wadah sentral dalam penetapan harga (QS, 12:20, 3:75, 9:34); (8) Prinsip penilaian harga berdasarkan nilai tukar yang sedang berlaku. Implementasi kaidah ini untuk memelihara keselamatan dan keutuhan modal pokok untuk perusahaan dari segia tingginya volume proses penukaran barang dan kemampuan barang itu untuk berkembang dan menghasilkan laba; (9) Prinsip perbandingan dalam menentukan laba. Prinsip ini ditujukan untuk menghitung dan mengukur laba atau rugi pada perusahaan mudharabah yang kontinu, serta menentukan aktivitas-aktivitas ekonomi lainnya yang menghendaki perbandingan antara beban-beban dan uang masuk selama periode tertentu; dan (10) Prinsip muwa’amah (keserasian) antara pernyataan dan kemaslahatan. Catatan akuntansi harus menjelaskan keterangan-keterangan yang telah dipublikasikan secara wajar, yaitu sesuai dengan kesanggupan dan situasi serta metode yang digunakan yang dapat melindungi kemaslahatan serta tidak menimbulkan kemudharatan. Dalam rangka menemukan suatu alternatif dalam menjaga akuntabilitas laporan keuangan, dilakukan penelitian terhadap prinsip-prinsip akuntansi syari’ah. Masalah ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) Apakah ada perbedaan prinsip-prinsip akuntansi syari’ah dengan akuntansi konvensional; (2) Apakah prinsip-prinsip akuntansi syari’ah dapat dijadikan salah satu alternatif dalam menjaga akuntabilitas laporan keuangan. KAJIAN TEORI Tujuan Laporan Keuangan Akuntansi Syari’ah Harahap (1999:120) menyebutkan bahwa pemberian informasi akuntansi melalui laporan keuangan harus dapat menjamin kebenaran, kepastian, keterbukaan, keadilan diantara pihak-pihak yang mempunyai hubungan ekonomi hal ini sejalan dengan pernyataan Harahap (2001:120) inti prinsip ekonomi syari’ah menurut Al-Qur’an adalah: keadilan, kerjasama, keseimbangan larangan melakukan transaksi apapun yang bertentangan dengan syari’ah, eksploitasi dan segala bentuk kedhaliman (penganiayaan). Triyuwono (2000:25) menyampaikan bahwa tujuan akhir akuntansi syari’ah [laporan keuangan] adalah untuk mengikat para individu pada suatu jaringan etika dalam rangka menciptakan realitas sosial (menjalankan bisnis) yang mengandung nilai tauhid dan ketundukan kepada ketentuan Tuhan, yang merupakan rangkaian dari tujuan syari’ah yaitu mencapai maslahah (Hidayat, 2002b:431). Tujuan akuntansi syari’ah sangat luas, namun demikian penekanannya adalah pada upaya untuk merealisasikan tegaknya syari’ah dalam kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh manusia (Adnan, 1997, Triyowono, 2000 dalam Harahap, 2001:120). Adnan (1996) untuk menspesifikkan tujuan akuntansi syari’ah membagi menjadi dua tingkatan yaitu 1) tingkatan ideal, dan 2) tingkatan pragmatis. Pada tataran ideal tujuan akuntansi syari’ah adalah sesuai dengan peran manusia dimuka bumi dan hakekat pemilik segalanya (QS, 2:30, 3:109, 5:17, 6:165), maka sudah semestinya yang menjadi tujuan ideal dari laporan keuangan adalah pertang-gungjawaban muamalah kepada Tuhan Sang Pemilik Hakiki, Allah swt. Tujuan pragmatis dari Akuntansi Syari’ah [laporan keuangan] diarahkan pada upaya menyediakan informasi kepada stakeholder dalam mengambil keputusan (As’udi dan Triyuwono, 2001:87). Khan (1992) mengidentifikasi tujuan laporan keuangan akuntansi syari’ah, sebagai berikut: (1) Penentuan laba-rugi yang tepat. Kehati-hatian harus dilaksanakan dalam menyiapkan laporan keuangan agar dapat mencapai hasil yang sesuai dengan syari’ah, dan konsisten dalam pemilihan metode yang digunakan sehingga dapat menjamin kepentingan semua pihak (pengguna laporan keuangan). Penentuan laba rugi yang tepat juga sangat urgen dalam rangka menghitung kewajiban zakat, bagi hasil, dan pembagian laba kepada pihak-pihak yang berkepentingan; (2) Meningkatkan dan menilai efisiensi kepemimpinan. Sistem akuntansi harus mampu memberikan standar untuk menjamin bahwa manajemen mengikuti kebijakan-kebijakan yang sehat ; (3) Ketaatan pada hukum syari’ah. Setiap aktivitas yang dijalankan oleh entitas usaha harus dapat dinilai hukum halal-haramnya ; (4) Keterikatan pada keadilan. Dalam rangka mewujudkan tujuan utama dari syari’ah adalah menciptakan maslahah, dan keadilan adalah bagian yang terpenting dalam mencapai maslahah, maka penegakan keadilan adalah mutlak adanya ; (5) Melaporkan dengan benar. Entitas usaha selain bertanggung jawab terhadap pemilik juga harus bertanggung jawab kepada masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian berarti pula bahwa entitas usaha memiliki tanggung jawab sosial yang melekat. Informasi harus berada dalam posisi yang terbaik untuk melaporkan hal ini; dan (6) Adaptable terhadap perubahan. Peranan akuntansi yang sangat luas menuntut akuntansi agar peka terhadap tuntutan kebutuhan, agar akuntansi senantiasa dapat difungsikan oleh masyarakat sesuai tuntutan kebutuhannya. Dalam merealisasikan tujuan Harahap (2001:120) membagi fungsi Akuntansi Syari’ah sebagai berikut: 1) untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, 2) untuk memberikan informasi, 3) untuk melakukan pencatatan, dan 4) untuk memberikan pertanggungjawaban. Dalam pendekatan sumber-sumber fikih Islam dan riset ilmiah Akuntansi Syari’ah. Syahatah (2001:44) membagi tujuan Akuntansi Syari’ah [laporan keuangan] dalam 1) hifzul amwal (memelihara uang), para ahli tafsir menafsirkan kata faktubuhu (QS,2:282) yang berarti “tuliskanlah” perintah tersebut adalah untuk menuliskan satuan uang (nilai dari harta), 2) bukti tertulis [pencatatan] ketika terjadi perselisihan, dan 4) menentukan besarnya peng-hasilan yang wajib dizakati, pada periode awal akuntansi tujuan laporan keuangan lebih ditekankan pada pemenuhan kewajiban zakat. Karakteristik penting yang harus dimiliki oleh organisasi [syari’ah] dalam melaksanakan akuntansinya menurut Widodo dan Kustiawan (2001:28) adalah sebagai berikut: (1) Ketaatan pada prinsip-prinsip dan ketentuan syari’ah Islam; (2) Keterikatan pada keadilan; (3) Menghasilkan pelaporan yang berkualitas (dapat dipahami, relevan, andal, keterbandingan, dapat diuji kebenarannya. Hidayat (2002b:431) dalam bentuk konkritnya akuntansi syari’ah harus dapat menyajikan laporan keuangan yang berlandaskan pada keadilan, kejujuran, dan kebenaran sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab kepada sesama manusia dan pelaksanaan perintah (kewajiban) dari Tuhan, sehingga dapat dijadikan dasar dalam memperhitungkan kewajiban zakat secara benar dalam tinjauan syari’ah, juga tidak menimbulkan kerugian pihak-pihak yang terkait dengan informasi laporan keuangan [akuntansi syari’ah]. Pengungkapan Aspek-aspek Syari’ah Accounting and Auditing for Islamic Financial Institution (1998) laporan keuangan yang disampaikan oleh perusahaan harus dapat mengungkapkan (memberikan informasi-informasi) mengenai (1) Ketaatan perusahaan terhadap ketentuan syari’ah dan informasi mengenai pendapatan dan pengeluaran yang tidak diperbolehkan ketentuan syari’ah bila terjadi serta bagaimana cara penyalurannya (2) Sumber daya ekonomi perusaha-an serta kewajiban yang berkaitan dengan sumber daya tersebut, dan pengaruh transaksi atau situasi tertentu terhadap sumber daya perusahaan serta kewajiban yang berkaitan dengan sumber daya tersebut. (3) Informasi yang membantu pihak yang berkepentingan dalam menentukan dana zakat perusahaan serta cara pendistribusiannya. (4) Informasi yang membantu untuk melakukan estimasi arus kas yang mungkin diperoleh, waktu perolehan arus kas tersebut, serta resiko yang berkaitan dengan realisasi arus kas tersebut. Informasi ini bermanfaat untuk membantu pengguna informasi mengevaluasi kemampuan pertusahaan menghasilkan laba dan mengubahnya menjadi arus kas serta kecukupan arus kas tersebut untuk didistribusikan sebagai profit. (5) Informasi yang membantu mengevaluasi pelaksanaan tanggungjawab yang diemban untuk mengamankan dana dan meng-investasikan dana tersebut ke dalam investasi yang layak, serta memberikan informasi mengenai tingkat pengembalian yang dihasilkan bagi seluruh jenis dana yang menjadi tanggung jawab perusahaan. (6) Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, termasuk kewajiban membayar pajak (Widodo, et. al., 1999). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan basic atau fundamental research karena terutama bertujuan untuk memperoleh lebih banyak pengetahuan dan pemahaman mengenai fenomena-fenomena yang terjadi, secara umum diarahkan kepada usaha untuk mengembangkan dan penemuan teori sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan (Teguh, 1999:17). Penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan rasionalitas dan kebenaran hakikat, pengetahuan dan praktik akuntansi, maka penelitian ini menggunakan kajian teori kritis, dan filosofis (Adnan, 1996:7; Muhammad, 2002:23). Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan disusun, dijelaskan, dan selanjutnya dilakukan analisa (Surakhmad, 1985:140) dengan pendekatan analisis perbandingan (komparatif) yang berusaha mencari pemecahan melalui penelitian pada faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan fenomena yang sedang diteliti dan membandingkan satu faktor dengan faktor lainnya (Surakhmad, 1985:141) juga dimaksudkan untuk mengetahui hakikat sesuatu, dengan pendekatan analisis proposisi yang mengungkap pernyataan tentang sifat dari realitas (Nazir, 1999:20). Menggunakan data ex post facto. Ex post facto artinya data yang dikumpulkan setelah semua kejadian berlangsung (Nazir, 1999:69) Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang berbentuk rumusan-rumusan normatif tentang prinsip-prinsip syari’ah, prinsip-prinsip ekonomi syari’ah dan prinsip-prinsip akuntansi syari’ah, aturan atau ketentuan-ketentuan penyajian laporan keuangan yang tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka kuantitatif. Sumber data diperoleh melalui: Standar Akuntansi Keuangan yang disusun oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) sebagai acuan dalam praktik menjalankan akuntansi, literatur atau buku-buku akuntansi keuangan yang beraliran konvensional, dan format laporan keuangan yang dipergunakan oleh institusi ekonomi non syari’ah (konvensional); Accounting and Auditing for Islamic Financial Institution yang disusun oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution) sebagai acuan dalam praktik akuntansi lembaga-lembaga keuangan syari’ah, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 tentang Perbankan Syari’ah, literatur atau buku-buku akuntansi keuangan yang berdasarkan ketentuan-ketentuan syari’ah, dan format laporan keuangan yang dipergunkan oleh institusi ekonomi syari’ah. Sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah berupa pernyataan-pernyataan para ahli yang relevan. Pengumpulan data dengan teknik purposif sampling/data, yang selanjutnya didukung oleh teknik analisis isi (content analysis) (Adnan, 1996:10-11; Muhammad, 2002:27). Penelitian kualitatif setidak-tidaknya memiliki tiga tahapan yang tepat dalam menganalisis, yaitu: data reduction, data display, dan conclution drawing (Miles dan Heberman, 1984; Sutopo, 1988, Syafi’ie, 1988 dalam Muhammad, 2002:27). Tiga komponen tersebut harus saling berkorelasi dan saling mendukung. Gaffikin (1989:119) menyarankan dalam menerapkan metodologis analisis paling tidak ada empat tahapan yang harus dilalui oleh peneliti, 1) logical, 2) environmental, 3) ideological, dan 4) linguistic. Keempat tahapan ini akan menjadikan satu rangkaian yang saling bertaut (koheren), sehingga akan menghasilkan suatu konstruksi teori. Dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data dan informasi melalui studi kepustakaan, yaitu menganalisa isi buku (book survey) serta melakukan kritik interpretatif positif untuk menetapkan maksud pengarangnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Akuntansi Syari’ah dengan Akuntansi Konvensional Secara prinsip terjadi beberapa perbedaan yang mendasar, akuntansi kon-vensional lebih memberi kelonggaran penilaian laporan keuangan dengan menilai hanya terbatas pada kewajaran (kebenaran relatif) yang merujuk pada standar yang berlaku, sedangkan akuntansi syari’ah tuntutannya adalah kebenaran hakiki (al-haq) atau kebenaran moral yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah, walaupun di satu sisi akuntansi syari’ah juga harus merujuk pada standar tetapi standar tidak dimaksudkan sebagai pembenaran, artinya laporan yang dibuat sesuai dengan standar tidak selalu benar menurut syari’ah, bila secara substansi laporan menyimpang dari prinsip-prinsip syari’ah (Hidayat, 2002a:88-89). Laporan keuangan pokok akuntansi konvensional yang terdiri dari neraca, laporan laba-rugi, dan laporan arus kas, sedangkan pada akuntansi syari’ah masih ditambah lagi laporan keuangan lainnya yang harus disampaikan yaitu laporan zakat. Bahkan ada beberapa laporan keuangan yang dibutuhkan oleh bank syari’ah antara lain laporan investasi tidak bebas penggunaan, laporan sumber dan penggunaan dana qardh (Media Akuntansi, 2000:21) Syahatah (2001:94-95) segi-segi perbedaan antara akuntansi konvensional dengan akuntansi syari’ah dalam menyajikan laporan keuangan dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) Akuntansi konvensional menganut sistem penilaian aktiva dan modal dengan prinsip historical cost, sedangkan akuntansi syari’ah lebih menghendaki konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku (current value), hal ini didasari oleh keinginan melindungi modal pokok yang hakiki dari kemampuan produksi di masa akan datang dalam ruang lingkup perusahaan dan kontinuitas. (2) Akuntansi konvensional membagi modal (aktiva) dalam dua golongan yakni, aktiva lancar (modal yang beredar) dan aktiva tetap (modal tetap). akuntansi syari’ah membedakan modal yang terdiri dari harta berupa uang tunai (cash), dan harta berupa barang, harta dalam bentuk barang ini kemudian dibagi lagi menjadi barang milik dan barang dagangan. (3) Konsep akuntansi syari’ah menilai mata uang seperti emas, perak, dan barang-barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah merupakan tujuan, melainkan hanya sebagai alat tukar, perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai. (4) Konsep akuntansi konvensioanal mempraktikkan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian (conservatisme), dan mengabaikan laba-laba yang belum direalisasi. Perbedaannya akuntansi syari’ah sangat memperhatikan hal-hal cara menentukan harga dengan berdasarkan pada nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan-kemungkinan bahaya dan risiko. (5) Akuntansi konvensional menerapkan laba secara menyeluruh, yang terdiri dari laba usaha, laba dari modal pokok, dan lain sebagainya. (6) Konsep akuntansi konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli (aktivitas usaha berjalan), sedangkan konsep akuntansi syari’ah mengakui laba apabila nilai barang mengalami perkembangan atau pertambahan, baik hal itu terjadi karena adanya proses jual-beli maupun tidak. Tabel 1. Perbedaan Postulat antara Akuntansi Konvensional dengan Akuntansi Syari'ah No. Postulat Akuntansi Konvensional Akuntansi Syari'ah 1 Entitas Pemisahan antara entitas bisnis dan pemilik Entitas didasarkan pembagian laba Entitas tidak memiliki kewajiban terpisah dari pemilik. 2 Going Concern (Kesinambungan) Bisnis terus beroperasi sampai tercapai tujuan dan semua asset terjual. Kelangsungan usaha tergantung pada kontrak persetujuan anatar pihak yang terlibat dalam kegaiatan bagi hasil. 3 Periode Akuntansi Akuntansi tidak dapat menunggu sampai akhir kehidupan perusahaan untuk mengukur sukses-tidaknya kegiatan perusahan Tahun hijriyah untuk perhitungan zakat, kecuali untuk sektor pertanian berdasarkan musim panen ` 4 Unit Pengukuran Pengukuran nilai moneter Kuantitas atau harga pasar untuk ternak, barang pertanian, dan emas untuk memenuhi kewajiban zakat. 5 Pengungkapan Penuh (Menyeluruh) Untuk tujuan pengambilan keputusan. Untuk menunjukkan pemenuhan kewajiban kepada Allah, kewajiban sosial, dan kewajiban individu. 6 Obyektivitas Kepercayan terhadap pengukuran yaitu bebas dari bias subyektif Berhubungan erat dengan konsep ketaqwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non-materi untuk memenuhi kewajiban. 7 Materialitas Dihubungkan dengan kepentingan relatif mengenai informasi terhadap pengambilan keputusan Berkaitan dengan pengukuran yang adil dan pemenuhan kewajiban ke pada Allah, sosial, dan individu. 8 Konsistensi Dicatat dan dilaporkan secara kon- sisten sesuai GAAP Dicatat dan dilaporkan secara konsisten sesuai dengan prinsip syari'ah 9 Konservatisme Memilih teknik akuntansi yang paling memberikan pengaruh kecil terhadap Pemilik Memilih teknik akuntansi yang paling menguntungkan (dampak posistif) bagi masyarakat. Sumber : Haniffa dan Hudaib (2001); Harahap (2001:226); Muhammad (2002:116) Tabel 2. Perbedaan Karakteristik Akuntansi Konvensional dengan Akuntansi Syari'ah No. Karakteristik Akuntansi Konvensional Akuntansi Syari'ah 1 Sistem Akuntansi Ekonomi yang rasional Ketauhiddan (unity of God) 2 Prinsip Akuntansi Sekuler Individualis Memaksimalkan keuntungan Survival of the fittest Penekanan pada proses Syari'ah Kepentingan umat Keuntungan yang wajar Persamaan Rahmatan li al-'alamin 3 Kriteria Berdasarkan pada hukum perdaga ngan masyarakat kapitalis modern Penyajian informasi yang sangat Terbatas Informasi yang ditujukan pada per tanggungjawaban kepada pemilik modal Berdasarkan pada etika yang ber- sumber pda hukum Al-Qur'an dan Sunnah Full disclosure untuk memenuhi ketuhan informasi keuangan yang sesuai dengan syari'ah dan memenuhi kebutuhan Islamic Financial Report User Pertanggungjawaban kepada umat/masyarakat luas (khususnya da lam memanfaatkan sumberdaya). Sumber: Baydoun dan Willet (1994:82); Harahap (2001:216) Relevansi Prinsip-Prinsip Akuntansi Syariah dalam Menjaga Akuntabilitas Laporan Keuangan Tuanakotta (1986b:251) salah satu tujuan akuntansi [laporan keuangan] adalah untuk mengkomunikasikan informasi-informasi yang timbul dari transaksi-transaksi perusahaan. Namun demikian, bila dikaji lebih mendalam hal ini jelas mengandung beberapa kelemahan dan kekurangan, seperti berikut ini: (1) Akuntansi kon-vensional tidak mengakui pertukaran atau perubahan-perubahan modal manusia (human capital). (2) Akuntansi konvensional tidak mengakui atau tidak memperhi-tungkan pertukaran anatara entitas perusahaan dengan lingkungan kemasyara-katan (sosial environment). (3) Transaksi yang diakui adalah transaksi yang telah lewat, sedangkan keadaan keuangan dan hasil usaha dikemudian hari tidak dicer-minkan dalam ikhtisar keuangan. (4) Akuntansi konvensional mengakui adanya biaya bunga utang (cost of debt) tetapi tidak mengakui biaya modal (cost of capital). (5) Meluasnya penyebaran perusahaan lintas negara dan lintas benua menghendaki adanya suatu prinsip akuntansi yang berlaku secara universal (lihat pula Belkaoui, 1981:338). Maraknya perkembangan ekonomi Islam (ekonomi syari’ah) menuntut ada-nya suatu sistem akuntansi yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syari’ah, karena syari’ah berfungsi sebagai sebuah referensi etik yang menuntun penilaian dan pemilihan praktek akuntansi (Triyuwono, 2000:322-323). Menurut Harahap (1999:11) mempelajari akuntansi syari’ah merupakan suatu keharusan dalam menjalankan ekonomi yang semakin mengglobal. Dengan demikian, menjadi sangat signifikan mendalami akuntansi syari’ah, maka tidak berlebihan bila kecenderungan akuntansi masa depan akan mempertimbangkan pula aspek-aspek yang berkait dengan ketentuan syari’ah. Mannan (1992:21) individu termasuk perusahaan, karena di dalam perusahaan melibatkan para individu] harus memperhitungkan perintah [syari’ah] kitab suci (Al-Qur’an dan Sunnah) dalam melaksanakan aktivitasnya [termasuk aktivitas ekonomi]. Mott (1999:5) adanya standar akuntansi adalah bertujuan untuk memperketat peraturan dan menekan penggunaan akuntansi kreatif. Namun lebih lanjut Mott (1999:5) menyatakan standar tersebut akan menambah atau pada beberapa segi akan diganti sepenuhnya standar praktik akuntansi yang lama. Karim (1990, dalam Triyuwono, 2000:314) berpendapat bahwa akuntansi [konvensional] yang sudah diadopsi dan diaplikasikan dalam bank Islam [lembaga-lembaga ekonomi syari’ah] mempunyai komitmen untuk menyesuaikan diri dengan ide-ide pokok syari’ah, mempertegas bahwa konvensi akuntansi dapat diaplika-sikan sesuai dengan kebutuhan. Adanya indikasi bahwa kecenderungan akuntansi masa depan (creative accounting) akan mempertimbangkan untuk memasukkan aspek-aspek lainnya dari aspek-aspek yang telah menjadi konvensi (kesepakatan) [mis. aspek syari’ah] bukanlah hal yang mustahil. Bahkan perubahan sistem akuntansi sangat diperlukan dalam waktu yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Muslim (Alam 1991 dalam Triyuwono, 2000:319). Dewan Standar Akuntansi telah mnegesahkan PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syari’ah pada tanggal 1 Mei 2002 dan wajib digunakan secara resmi pada tanggal 1 Januari 2003. Beberapa hal yang disampaikan oleh Belkaoui (1981) dan Tuanakotta (1986b) mengenai tuntutan informasi akuntansi masa akan datang memiliki relevansi yang tinggi bila dihubungkan dengan penuturan Karim (1990), Alam (1991), Triyuwono (2000), dalam hal kebutuhan laporan keuangan akuntansi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah [prinsip-prinsip ekonomi syari’ah dan prinsip-prinsip akuntansi syari’ah], dan relevan pula dengan apa yang dikatakan oleh Mott (1999) bahwa sesuai dengan tuntutan penggunanya standar-standar akan berubah menyesuaikan dengan kebutuhan. Hal ini akan semakin terang adanya, dengan telah disyahkannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 Akuntansi Perbankan Syari’ah pada tahun 2001. Pengembangan standar akuntansi keuangan bank syari’ah di tingkat Ianternasional telah dimulai sejak tahun 1987. Sedikitnya lima valume telah terkumpul dan tersimpan di perpustakaan Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank (IDB). Studi ini telah mendorong pembentukan Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (Organisasi Akuntansi Keuangan untuk Bank dan Lembaga Keuangan Islam) yang didaftarkan sebagai organisasi nirlaba di Bahrain pada tahun 1411 H./1991 (Antonio, 2002:199-200). PENUTUP Akuntansi syari’ah tuntutannya adalah kebenaran hakiki (al-haq) atau kebenaran moral yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah, walaupun di satu sisi akuntansi syari’ah juga harus merujuk pada standar tetapi standar tidak dimaksudkan sebagai pembenaran, artinya laporan yang dibuat sesuai dengan standar tidak selalu benar menurut syari’ah, bila secara substansi laporan menyimpang dari prinsip-prinsip syari’ah. Akuntansi syari’ah, mencoba menemukan apa yang seharusnya dibuat sesuai dengan anjuran Tuhan (wahyu), dalam tataran ini akuntansi syari’ah tidak hanya diikat agar berada pada koridor standar akun-tansi tetapi diikat pula dengan pertanggungjawaban dihadapan Tuhan (normatif religius). Tujuan mulia syari’ah menciptakan kemaslahatan adalah rujukan utama dalam perumusan prinsip-prinsip akuntansi syari’ah, dan buah dari akuntansi syari’ah adalah laporan keuangannya. Bila kemudian laporan ini dijadikan dasar dalam transaksi bisnis akan sangat terjaga akuntabilitasnya. Apabila prinsip-prinsip akuntansi syari’ah dapat diadopsi dalam menyajikan laporan keuangan, tentu saja harapannya adalah menjaga eksistensi laporan keuangan agar tetap dapat dijadikan rujukan utama dalam pengambilan keputusan bisnis. DAFTAR RUJUKAN Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution, 1998, Accounting and Auditing Standard for Islamic Financial Institutions, Bahrain Adnan, Muhammad Akhyar, 1996. An Investigation of Accounting Concepts and Practices in Islamic Bank, Disertasi Doktor, (tidak dipublikasikan) Adnan, Muhammad Akhyar, 1997 The Shari’ah, Islamic Bank and Accounting Concept, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia [JAAI], vol. 1 No. 1 Mei hal. 47-80. Alam, K.Firoz, 1991. Shari’ah Financial Dealing and Accounting Practice: South East Asia University Accounting Teacher Conference Al-Qur’an Antonio, Muhammad Syafi’i, 2002. Bank Syari’ah dari Teori sampai Praktek, Jakarta: GIP Baydoun, N dan Willet, Roger, 1994. Islamic Accounting Theory, The AAANZ Annual Conference, 3-4 Juli 1994, Australia: University of Wollongong Belkauoi, Ahmed, 1981. Accounting Theory , New York: Harcourt Jovanovich, Bisri, Cik Hasan, 1998. Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi, Bandung: Logos Gaffikin, M.J.R., 1989. Accounting Methodology and The Work of R.J. Chambers, New York: Garland Publishing, Inc. Haniffa, Ross, dan Hudaib, 2001. A Conceptual Framework for Islamic Accountting: The Syari’ah Paradigme, The Accounting, Commerce, and Finance: The Islamic Perspective, International conference IV, 12-14 Pebruari 2001, New Zealand: Massey University Harahap, Sofyan Syafri, 1999. Akuntansi Islam, Jakarta: Bumi Aksara Harahap, Sofyan Syafri, (2001). Menuju Suatu Teori Akuntansi Islam, Jakarta: Pustaka Quantum Hidayat, Nur, 2002a. Urgensi Laporan Keuangan (Akuntansi Syari’ah) dalam Praktek Ekonomi Islam, Simposium Nasional I Sistem Ekonomi Islami, Yogyakarta: P3EI FE UII Hidayat, Nur, 2002b. Analisis Antara Akuntansi Konvesnional dengan Akuntansi Syari’ah dalam Penyajian Laporan Keuangan, Tesis Magister, Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati Hidayat, Nur, 2003. Laporan Keuangan Akuntansi Syari’ah: Solusi Manipulasi Laporan Pajak Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol. 2 No.6 Januari 2003, hal. 18-24 Jakarta: Salemba Empat IAI, 1994. Standar Akuntansi Keuangan, Buku Satu-Buku Dua, Jakarta: Salemba Empat IAI, 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.59 Perbankan Syari’ah Karim, Rifaat A.A, 1990. Standard Setting for the Financial Reporting or Religi- ous Business Organization: The Case of Islamic Banks, Accounting and Business Research, 20(80) hal. 299-305 Khan, Muhammad Akaram, 1992. An Introduction to Islamic Economics, Islamabad: International Institute of Islamic Thought and Institute of Policy Studies Lodh, Sudhir C., 1985. Critical Studies in Accounting Research, Rationality and Hubermas: A Methodological Reflection. The Fourth CPA Conferece, 26-28 April 1985, New York Mannan, Muhammad Abdul, 1993. Islamic Economics, Theory and Practice, (terjemahan), Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf Media Akuntansi, 2000. Akuntansi Bank Syari’ah: Ditunggu Kehadirannya, No.15/Th.VII/November-Desember, hal. 21 Mott, Graham, 1999. Accounting for Managers, Jakarta: Elekmedia Kompu- tindo Muhammad, 2002. Pengantar Akuntansi Syari’ah, Jakarta: Salemba Empat Nazir, Mohammad, 1999. Metode Penelitian, Jakarta: Galia Indonesia Surakhmad, Winarno, 1985. Pengantar Penelitan Ilmiah: Dasar, Metode, dan Teknik, Bandung: Tarsito Syahatah, Husein, 2001. Usul al-Fikr al-Muhasab al-Islami (terjemahan), Ja karta:Akbar Media Sarana Teguh, Muhammad, 1999. Metode Penelitian Ekonomi, Jakarta: RajaGrafindo Persada Triyuwono, Iwan, 2000. Organisasi dan Akuntansi Syari’ah, Yogyakarta: LKiS Triyuwono, Iwan dan As’udi, Moh. 2001. Akuntansi Syari’ah Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Amanah, Jakarta: Salemba Empat Tuanakotta, Teodorus M., 1998. Teori Akuntansi, Buku Dua, Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI Wan Yusoh, Wan Ismail, 2001. Islamic accounting, Paper: International Conference on Islamic Banking and Finance, LAP dan EKABA FE Univer-sitasTrisakti, Jakarta: 11-12 Juni 2001 Widodo, Hertanto, et.al., 1999. Pedoman Akuntansi Syari’ah, Bandung: Mizan Widodo, Hertanto, dan Kustiawan, Teten, 2001. Akuntansi dan Manajemen Keuangan untuk Organisasi Pengelola Zakat, Jakarta: Institut Manajemen Zakat

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Macys Printable Coupons